murid parama shanti
- Pencari-pencari kedamaian, mungkin itu judul yang tepat pada
miliaran manusia yang mencari ke sana ke mari. Yang kaya mencari
kedamaian, yang miskin juga mencari kedamaian. Barat yang kaya materi
mencari kedamaian, Timur yang kaya kearifan juga mencari kedamaian.
Sayangnya, tidak semua murid pencari kedamaian ini menemukan kedamaian
dalam hidupnya. Untuk itu, tidak saja menjadi Guru diperlukan ketekunan
dan kecerdasan, menjadi murid pun memerlukan ketekunan dan kecerdasan.
Pintu Pembuka
- Ada berbagai cara pintu spiritual itu terbuka, sebagian besar
manusia terbuka pintu spiritualnya melalui penderitaan. Sebutlah
penulis buku Eat, Pray, Love yang membuat Bali disebut pulau cinta,
pintu spiritual penulisnya dibuka melalui perceraian. Guru meditasi
bernama Pema Chodron dalam When Things Fall Apart juga bercerita
hal serupa. Ini memberi inspirasi, di tangan manusia yang dewasa secara
spiritual, penderitaan bisa diolah menjadi jalan pencerahan.
- Namun ini bisa terjadi bila seseorang yang digoda penderitaan lari
mencari perlindungan pada Dharma (ajaran spiritual) serta Guru dengan
hubungan karma yang kuat dan tepat. Cerita menjadi berbeda sekali bila
tatkala seseorang digoda penderitaan kemudian lari ke narkoba atau
dunia gemerlap. Oleh karena itulah, layak direnungkan dalam-dalam,
kapan penderitaan menghadang berlindunglah pada buku suci. Dibimbing
buku suci kemudian cari guru dengan hubungan karma yang kuat sekaligus
tepat.
- Milarepa adalah contoh murid dengan berkah spiritual berlimpah.
Setelah dihadang rasa bersalah mendalam kemudian sujud berdoa mencari
Guru. Begitu mendengar nama Gurunya Marpa bulu kuduknya berdiri, air
mata mengalir deras, tubuhnya secara spontan menghormat dengan memeluk
bumi. Di sisi Guru juga serupa, semalam sebelum Milarepa datang Marpa
mimpi didatangi Stupa yang berjalan ke arah rumahnya. Inilah contoh
hubungan karma antara Guru dan murid yang kuat sekaligus tepat.
Suami Buku Suci
- Cuman tidak banyak pencari yang berkah spiritualnya seberlimpah
Milarepa. Kebanyakan pencari harus dilukai derita terlebih dahulu. Luka
ini kemudian memaksanya menyelam dalam ke buku suci. Dan ternyata,
tidak semua yang membuka buku suci bisa berpelukan dengan roh buku
suci. Meminjam pengalaman Guru terdahulu: “perilaku buku suci serupa
calon penganten wanita, hanya membuka baju pada calon suaminya”.
- Tantangannya kemudian, bagaimana membuat diri murid menjadi calon
suami buku suci. Serupa magnet dan logam, ia bisa saling menarik bila
berada pada tataran vibrasi yang serupa. Buku suci tentu saja
memvibrasikan kesucian. Sehingga hanya mereka yang serius di jalan
kesucian juga ditarik masuk ke sana. Itu sebabnya, semua agama menjaga
gerbang pertamanya dengan praktek moralitas mendalam. Tanpa keseharian
yang bersahabat dengan kesucian, buku suci hanya menjadi kata-kata mati.
- Sebaliknya, bagi siapa saja yang pikirannya indah, kata-katanya
indah, perbuatannya juga indah, buku suci tidak saja memperlihatkan
rohnya, kerap malah memanggil-manggil minta dibaca. Semakin dibaca
semakin menghadirkan kerinduan mendalam akan Guru. Terutama karena
ajaran suci dan Guru suci seperti dua muka dari satu mata uang yang
sama.
Cerdas menemui Guru
- Bermodalkan persahabatan mendalam dengan buku suci, kemudian
perjumpaan dengan Guru menjadi mungkin. Di awal perjumpaan, layak
direnungkan untuk menempatkan diri murid seperti tanah liat dan Guru
sebagai cetakannya. Meniru Guru, itulah tema awal belajar ke Guru.
Sehingga berlama-lama dengan Guru (bisa secara fisik maupun terhubung
melalui pelaksanaan intisari ajaran secara mendalam), bisa membuat
murid bernasib serupa daun kering di tengah dupa wangi. Lama-lama daun
keringnya berbau wangi.
- Itu sebabnya banyak murid serius menghabiskan waktu bertahun-tahun
dekat dengan Guru. Ada yang diberkahi dekat secara fisik sehingga
tinggal bertahun-tahun bersama Guru. Ada juga diberkahi dekat di
alam doa. Begitu dekatnya, Guru kerap muncul di alam mimpi, membimbing
perjalanan melalui mimpi, saat menyebut namanya atau menjumpai fotonya
air mata menangis. Inilah bentuk konkrit tanah liat (murid) sedang
dibuat seperti cetakannya (Guru).
- Dekat dengan Guru memang aman, nyaman, tenteram, namun jangan lupa
tubuh fisik Guru pasti wafat. Sehingga setelah tanah liatnya terbentuk
(percaya diri sudah tumbuh, rindu berbagi ke orang lain, menemukan
kebahagiaan dalam pelayanan), maka muridnya mesti melatih diri menjadi
unik dan otentik. Ini yang menjelaskan kenapa sebagian Guru tingkat
tinggi menghilangkan diri dari murid, tatkala muridnya sudah siap.
- Cuman, dibandingkan ditinggalkan Guru yang bisa diikuti kesedihan
mendalam, lebih baik muridnya meninggalkan Guru tatkala sudah siap.
Hanya sebagai contoh sederhana, Shri Krishna memang menyisakan dialog
cerdas bernama Bhagavad Gita. Tapi jangan lupa konteks dialog itu lahir
(perang tidak dapat dihindarkan), muridnya Arjuna sudah dewasa secara
spiritual sehingga ditunjukkan sejumlah ajaran rahasia, misi Krishna
terlahir sebagai penyelamat. Temukan ramuan ketiganya, racik baik-baik,
kemudian murid sebaiknya lebih cerdas dari buku suci. Maksud lebih
cerdas, mengenali campuran unik antara waktu, Guru dan murid, kemudian
mengaktualisasikannya dengan tantangan kekinian.
- Sang Buddha adalah contoh kedua. Beliau dipahami berbeda oleh orang
Hinayana, Mahayana, Tantrayana. Ini bisa dimaklumi karena beliau memang
membabarkan Dharma tiga kali. Pembabaran Dharma pertama berisi empat
kebenaran arya, karena murid yang dijumpai saat itu baru siap menerima
itu. Setelah menunggu belasan tahun hingga muridnya menjadi lebih
dewasa, baru mengajarkan kekosongan, keheningan sempurna (tetua Bali
menyebutnya Nyepi lan ngewindu). Murid yang mengalami langsung
kekosongan tadi (tidak saja mengerti secara intelek), baru diajarkan
ajaran rahasia (Tantra). Intinya, terbukanya semua rahasia.
- Tantangannya kemudian, peka membaca tanda-tanda zaman, sensitif
melihat tingkat kedewasaan murid, kemudian mengaktualisasikan ajaran
sesuai dengan tantangan zaman. Sejumlah Guru Tibet cerdas sekali dalam
hal ini. Kerja sama yang dekat dengan para ilmuwan menunjukkan,
meditasi (kendaraan terpenting) bisa dibuktikan dengan kaidah-kaidah
keilmuwan bisa menyembuhkan, mendamaikan, mencerahkan.
- Daniel Goleman (guru besar psikologi dari Universitas Harvard),
setelah berinteraksi intensif selama puluhan tahun dengan para Lama
Tibet menemukan, meditasi membuat sistim kekebalan tubuh membaik. Dalam
keadaan demikian, sekurang-kurangnya penyakit yang ada tidak semakin
parah. Bila meditasinya sempurna bukan tidak mungkin meditasi bisa
menyembuhkan.
- Yongey Mingyur Rinpoche adalah salah satu Lama Tibet yang
berkali-kali dimasukkan ke dalam alat kedokteran bernama fMRI. Dan
ternyata benar, dalam keadaan stres, marah, iri, dengki, sebagian otot
otak mengalami ketegangan. Namun ketika memeditasikan compassion (belas
kasih yang memperlakukan semua mahluk sebagai Ibu), maka otot yang
tadinya mengalami ketegangan kembali rileks sempurna.
- Inilah yang disebut cerdas menemui Guru. Ajarannya dilaksanakan,
Gurunya dihormati, namun begitu berhadapan dengan praktek jangan lupa
menjadi unik dan otentik sesuai dengan tuntutan zaman. Inilah murid
Parama Shanti. Murid yang sudah menemukan kedamaian yang maha utama.
No comments:
Post a Comment