Sunday, March 25, 2012

Ambivalen ?

Ambivalen seringkali dimaknai sebagai "dua perasaan yang bertentangan". Sebagai sebuah sikap, ambivalen kerapkali dilekatkan terhadap orang yang dinilai tidak memiliki prinsip. Menclak-menclok. Mendua. Tidak mempunyai jati diri. Bahkan tidak salah juga jika dikatakan "kanan-kiri OK". Seorang sahabat pernah menyatakan orang yang ambivalen cenderung ingin enak nya saja, namun tidak mau menanggung kerugian nya. Hal semacam ini biasa nya akan tampak jelas jika kita kaitkan dengan fenomena yang sekarang ini tengah menjadi perbincangan publik, yakni soal surat Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS) kepada Presiden Sby yang dinilai sementara pihak sebagai sikap yang tidak konsisten dari salah satu anggota Koalisi Partai pendukung Pemerintah.

   Apa sebetul nya isi surat yang cukup menghebohkan itu ? Benarkah PKS menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sekarang ini sudah ditetapkan Pemerintah dan tinggal meminta persetujuan DPR ? Atau kah ada persepsi lain dari perancang yang mengirimkan surat kepada Presiden Sby diatas ? Lalu, mengapa ada petinggi Partai Demokrat yang seolah-olah terkesan kebakaran jenggot dengan manuver politik nya PKS tersebut ? Lebih aneh lagi, ternyata ada pula yang meminta agar PKS keluar saja dari Koalisi sekira nya tidak mau untuk taat asas atas keputusan yang telah ditetapkan Koalisi.

   Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, yang nama nya berbeda pandangan bukanlah sesuatu hal yang diharamkan. Justru berlainan pendapat itu betul-betul sebuah hikmah yang harus disyukuri keberadaan nya. Beda pemikiran jangan dipersepsikan secara sempit, namun perlu dinilai secara lebih luas lagi. Itu sebab nya, kalau ada diantara partai pendukung Pemerintah yang belum "sepakat" dengan keputusan Koalisi, maka sebaik nya hal tersebut diselesaikan secara cerdas. Tidak perlu secara emosional, apalagi jika perdebatan nya dilakukan dihadapan publik.

   Yang menentukan jadi atau tidak nya kenaikan BBM adalah hasil rapat paripurna DPR yang rencana nya bakal digelar tanggal 28 Maret 2012 mendatang. Pemerintah sendiri kelihatan nya telah berketetapan hati untuk menaikan nya sekitar 30 %. Walau aksi penolakan terhadap rencana kenaikan BBM ini terus berlanjut, namun Pemerintah seakan-akan tidak mau mendengar lagi apa-apa yang diaspirasikan oleh para pengunjuk rasa. Malah dalam salah satu pidato nya Presiden Sby menyatakan bahwa diri nya siap kehilangan popularitas nya ketimbang harus membatalkan kenaikan harga BBM. Sebab, demi masa depan pembangunan bangsa dan negara, maka solusi yang paling tepat untuk ditempuh saat ini adalah menaikan harga BBM.

   Muncul nya surat PKS ditengah-tengah kegalauan Pemerintah atas marak nya demo yang digelar oleh berbagai komponen bangsa, tentu saja oleh Koalisi dianggap sebagai langkah yang "nyeleneh" dan tidak senafas dengan komitmen dan keputusan yang telah diambil oleh Koalisi. Terlebih-lebih jika isi surat tersebut dinilai seperti yang melakukan "penolakan" atas rencana Pemerintah menaikan harga BBM. Sebagai anggota Koalisi, PKS mesti nya dapat memahami "standing posision" nya. Kalau pun ada perbedaan sikap, sepantas nya dilakukan secara internal dan tidak perlu dijadikan konsumsi publik. Hanya masalah nya akan menjadi lain, jika PKS sendiri memang ingin "mencuri adegan" guna memperoleh simpati rakyat. Nama nya juga politik.

   Sikap politik yang ambivalen, bukanlah hal yang sama sekali baru terjadi di negeri ini. Sejak dahulu kala, selalu saja ada orang atau kalangan yang tidak mau mengambil resiko atas apa-apa yang telah diputuskan nya. Apakah sikap semacam ini dinilai sebagai sebuah "kecerdasan" atau "kedunguan", tentu akan sangat berpulang kepada mereka yang melakoni nya. Hanya dalam iklim reformasi yang mengusung semangat transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas, akan terasa aneh jika masih ada orang atau golongan yang mau bersikap plin-plan dan tidak mau menanggung resiko. Padahal tampa bersikap seperti itu pun publik sudah mengenali bagaimana rupa yang sebenar nya. ~SUARA RAKYAT

No comments: