Tuesday, March 27, 2012

Sekolah Tawa Bantu Warga Depresi di Ethiopia

Sebuah sekolah di Ethiopia tidak mengajarkan kurikulum yang biasa terdapat di sekolah pada umumnya. Di sekolah ini, para siswa diajarkan untuk tertawa demi menciptakan pikiran positif dan menghilangkan depresi dan rasa sakit.

Adalah Belachew Girma, pengajar satu-satunya di Sekolah Tawa di Adis Ababa yang pertama kali menggagas pelajaran tidak umum tersebut. Dia adalah pemegang rekor tertawa selama tiga jam enam menit pada pertandingan tertawa di Jerman, 2008 silam.

Pada situs sekolah tersebut, lelaki 44 tahun ini mengatakan tertawa dapat dilatih untuk menghadapi kelaparan dan kehancuran. Muridnya juga tidak sedikit. Tercatat 22 orang telah mendaftar belajar tertawa, kebanyakan adalah pesakitan dan orang yang depresi, hampir putus asa.


Salah satu muridnya adalah Alemayehu Anbessie. Bersama dengan puluhan murid lainnya, Anbessie berusaha tertawa keras, bahkan mengalahkan Girma sendiri. Tawa untuknya adalah penyembuh dukanya akibat menderita tumor kanker yang menonjol di pipi kanannya.

"Saya tidak bisa menertawakan kanker, tapi tawa bisa membantu saya hidup dengan kanker. Sejak saya belajar tertawa, saya tidak butuh lagi penghilang rasa sakit," kata Anbessie sebagaimana diberitakan harian Jerman, Die Welt.

Metoda pengajaran Anbessie cukup sederhana. Murid didudukkan melingkar dan dipaksa tertawa. Beberapa masih bingung, beberapa lainnya tertawa keras, sampai temboloknya terlihat atau urat nadi di pelipisnya muncul.

Dia yakin, tawa dapat menjadi penyembuh berbagai penyakit fisik maupun mental. Girma mengaku hidupnya cukup bahagia dengan menjadi seorang pelatih anjing yang tampil di depan publik, sampai dia menjadi pecandu alkohol, pengunyah khat (daun candu di Afrika) dan seks bebas. Dia juga mengidap HIV, yang ditularkannya ke pacar dan istrinya--keduanya telah meninggal. Dia hampir saja bunuh diri sampai membaca sebuah artikel penyembuhan mandiri dan sebuah ayat di kitab suci yang memerintahkan untuk tetap berupaya bahagia jika ingin sehat.
"Saya memutuskan untuk berubah. Saya berhenti minum-minum, dan mulai tertawa, walau tidak ada yang bisa ditertawakan," kata Girma.

Melalui sekolah tawanya, dia mencoba mengajarkan makna kebahagiaan, sekaligus menghidupi dirinya sendiri. Untuk setiap empat sesi pelajaran tertawa, siswa dikenakan bayaran 450 birr atau sekitar Rp243 ribu--ini sebesar upah rata-rata buruh di Ethiopia setiap bulannya.

Girma juga memberikan terapi tertawa gratis kepada anak yatim dan anak jalanan yang menderita kelaparan seminggu sekali di berbagai sekolah. Selain di Ethiopia, dia menularkan "virus" tawanya ke beberapa negara, di antaranya Jerman, Inggris, Israel, Amerika Serikat dan Afrika Selatan.

~VIVAnews

No comments: