Sunday, April 15, 2012

Perang di Dunia Maya


Teror bisa dipelajari lewat internet. Modus ini sesungguhnya sudah lama. Para pelaku teror, kata polisi, tidak hanya mengandalkan pertemuan langsung dalam merekrut anggota dan menanam keberanian, tapi juga lewat internet. Termasuk ilmu merakit bom.

Cara ini hemat dan gampang. Beberkan rumus merakit bom via internet. Lalu anggota jaringan dari belahan bumi mana pun tinggal berguru ke situ. Termasuk para pemula. Belajar sendiri. Lalu beraksi.
Modus seperti ini, kata polisi, juga berkembang di Indonesia. Ada dua kasus yang dijadikan contoh. Pertama kasus bom di Solo. Bom itu meledak di gereja Bethel 25 Desember 2011. Itu bom bunuh diri.


Orang yang bunuh diri itu, kata polisi, adalah Ahmad Yosepa Hidayat. Dan dia satu-satunya korban tewas dalam peristiwa horor itu. Mereka yang menjadi sasaran luka-luka. Sebelum beraksi, kata polisi, Ahmad rajin membuka situs-situs militan.

Kasus kedua, kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar, adalah teror bom buku. Teror itu dilakukan Maret 2012. Bom buku itu dikirim ke tiga orang.  Aktivis Jaringan Islam Liberal Ulil Absar Abdala, penyanyi kondang Ahmad Dhani dan Ketua Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Gories Mere.

Sejumlah pelaku teror itu sudah divonis. Salah satunya adalah Pepi Fernando. Sudah diketuk hakim 5 Maret 2012.  Divonis 18 tahun penjara. Menurut polisi dia pelaku teror itu. Dia mengaku menemukan nama-nama dan alamat korban via mesin pencari Google. Selain itu, “Pepi pernah menyebutkan bahwa dia belajar dari dunia maya," kata Boy.
Rencana jaringan Pepi ini, kata polisi, memang luar biasa. Hendak membom rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Direncanakan di Cibubur. Saat presiden pulang atau pergi dari kediaman pribadinya di Cikeas. Selain mengincar presiden, jaringan ini merencanakan pengeboman di Puspitek, Serpong, Tangerang. Dia juga  meletakkan bom di Banjir Kanal Timur, Cakung, tak jauh dari sebuah gereja di sana.

Dua contoh itulah yang disodorkan polisi bahwa para pelaku teror di sini, sudah pula berguru via dunia internet. Itu sebabnya pengawasan dan bahkan perang terhadap teroris kini juga masuk dunia maya itu.
Begitu banyak hacker ataupun lembaga resmi yang mengacak-acak situs yang dituduh berhaluan keras itu. Tampilan diacak-acak. Banyak pula yang isinya disulap. Tren mengacaukan situs-situs yang dituduh garis keras itu sedang ramai belakangan ini.

Salah satu yang pernah menjadi korban adalah Arrahmah. Mantan pemimpin redaksi situs itu, Muhammad Fachry, mengisahkan bahwa suatu ketika situs mereka tiba-tiba tidak bisa diakses. Mula-mula berat, lalu hang sama sekali. Para peretas itu, kata Fachry, tidak hanya membebani akses menuju situs itu, tapi juga masuk jaringan Arrahmah.

Satu-satunya cara menghadapi para peretas itu adalah dengan memperkuat pertahanan. “Agar tidak mudah dimasuki oleh para peretas,” kata Fachry yang kini menjadi pengamat media Islam itu kepada VIVANews.com, Rabu 11 April 2012.

Fachry membantah keras bahwa Arrahmah itu adalah situs yang menyebarkan teror. “Arrahmah itu bukan situs teroris. Tapi situs yang menyuarakan jihad,” kata Fachry. 

Pemilik situs Arrahmah, Mohamad Jibril dibekuk Mabes Polri atas tuduhan menyembunyikan informasi pelaku tindak pidana terorisme. Keluarga membantah keras bahwa Jibril adalah anggota jaringan teroris.  Ayahnya, Abu Jibril bahkan pernah datang ke Mabes Polri dan mengadu ke DPR guna meyakinkan dewan itu bahwa anaknya bukan anggota pelaku teror.

“Kami minta Jibril dibebaskan dari tuduhan terlibat jaringan terorisme,” kata Irfan S Awas,  paman Mohamad Jibril saat mendampingi Abdul Jibril ke DPR. Tapi Mohammad Jibril kemudian disidang. Hakim memvonis 5 tahun.

Dari pantauan VIVAnews.com, kantor redaksi Arrahmah yang terletak di Bintaro Sektor V, Jalan Pisok Raya Nomor EB X/45A, Jakarta Selatan itu sudah sepi. Tak ada aktivitas di sana. Setelah digeledah 28 Agustus 2009 silam, kantor ini menjadi rumah kosong. Hanya terlihat beberapa peralatan tergeletak di depan teras. Kendati begitu, situs berita Arrahmah itu sendiri masih terus update. Tetapi, tidak ada satupun kontak dan alamat awak redaksi. 

Fachry menuduh bahwa para peretas situs-situs - yang disebutnya situs jihad itu - datang dari Amerika Serikat, Israel dan para sekutunya. Selain situs, para penyerang itu, katanya, juga menghajar situs forum jihad.
Bahkan ada situs dari Israel, kata Fachry,  yang didedikasikan untuk memantau situs-situs jihad lalu mengacaukannya. Menurut dia, situs ini dibuat oleh seorang Yahudi Amerika asal Illinois. Tapi jumlah situs jihad ini, katanya, masih kalah jauh dengan situs-situs rivalnya.  "Media propaganda lain saat ini mengontrol informasi dunia dan memproduksi rata-rata 6 juta kata perhari. Bandingkan dengan media Islam yang baru mampu memproduksi 500 ribu kata per hari."

Soal sebutan situs teroris itu juga ditolak pengamat teroris dari International Crisis Group, Sydney Jones. Istilah itu dinilai sangat tidak tepat. Alasannya, definisi teroris di situ sangat sumir. Tidak jelas alias kabur.

Sydney menyarankan agar media massa tidak menulis di media mereka tentang situs-situs yang dinilai menyebar teror itu. Apalagi jika situs-situs yang menampilkan teknik dan cara membuat bom. “Bahwa ada situs yang memuat  petunjuk merakit bom, memang ada. Tapi tidak ada gunanya disebutkan lagi di media. Jangan sampai anak-anak di bawah umur dapat dari media massa," kata Sydney.

Patroli Dunia Maya
Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan bahwa situs-situs yang dituduh berbau teror itu memang perlu pengawasan ketat. Semenjak Oktober 2010 hingga sekarang, setidaknya sudah 40-50 situs yang diblokir.

Jumlah itu, kata juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S Dewa Broto, merupakan campuran situs dari luar dan dalam negeri. “Selama enam bulan terakhir yang terdeteksi jumlahnya di bawah 5 situs," kata Gatot.

Dia menambahkan bahwa situs-situs itu memang kerap diserang para peretas. Tapi Gatot mengaku belum memiliki data terkini tentang situs-situs yang diretas itu.  "Kami belum punya datanya. Memang mudah untuk menyerang satu situs. Orang tidak suka dengan situs tertentu, langsung diserang," ujarnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika, katanya, memang memantau semua situs. Bila melanggar Undang-undang Informatika akan ditindak. Yang dianggap melanggar itu apabila konten mereka berbau pornografi, perjudian, ancaman, dan penipuan.

Khusus untuk situs yang terindikasi teror, lanjutnya, kementerian tidak langsung melakukan pemblokiran. "Kami lebih hati-hati dengan menanyakan kepada pihak terkait dahulu, karena riskan juga nanti kami bisa langsung diigugat," katanya.  Meski begitu, lanjutnya, kementerian sudah pernah memblokir.

Repotnya gampang muncul lagi. "Mereka hit and run," kata Gatot. Muncul dengan nama yang lain.  Dan itu sangat mudah. Tinggal ganti nama.  Hanya menambahkan satu huruf saja, bisa hidup lagi. Gatot mengakui bahwa kementeriannya tidak pernah bisa mengklaim 100 persen membinasakan situs-situs yang berbau teror itu. "Karena situs-situs itu sifatnya boarderless," kata Gatot.

Tapi, kata dia, bukan berarti Kementerian tidak berupaya. Kementerian memonitor terus dan bekerjasama dengan penyedia jasa internet atau ISP (Internet Service Provider).  Jadi bisa dipastikan bahwa mereka masih diawasi.

Mabes Polri sudah mendata situs-situs yang dicurigai itu. Sudah pula diidentifikasi secara rinci. Jumlahnya banyak. Mabes Polri secara intensif mengawasi situs-situs itu. Apa isinya dan bagaimana pergerakan mereka. "Istilahnya patroli cyber dunia maya," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar kepada VIVAnews Rabu 11 April 2012.

Patroli dunia maya itu lazimnya sangat efektif. Ampuh mencari di mana lokasi situs-situs itu, siapa pengelola dan siapa pula pemiliknya. Jadi sulit bagi mereka bersembunyi.  Jika dioperasi dari negara lain, gampang juga memantau bahkan membekuk pemiliknya. Setidaknya ada dua jalur. Interpol dan kerjasama antar penyidik kedua negara.

Situs-situs itu, kata Boy, umumnya menyampaikan tentang pemahaman-pemahaman agama yang radikal. Tapi ada juga menyampaikan cara melakukan tindak teror. Termasuk cara merakit bom. "Dan itu pernah diakui juga oleh terdakwa yang pernah ditangkap pihak kepolisian, yaitu saudara Pepi dalam proses bom buku, “ kata Boy.

Dalam eksepsi di pengadilan, pengacara Pepi membantah keras bahwa Pepi adalah pencetus gagasan aksi terorisme di Indonesia. Karena itu dia meminta hakim agar menjatuhkan hukuman ringan.

Kepolisian, kata Boy, juga mengawasi situs-situs yang selalu menebar kebencian. Kepada khayalak ramai Boy bepesan,  "Kalau Anda mau baik jangan pilih itu. Kalau Anda mau jadi orang jahat pilih itu, silahkan,” kata Boy.
Boy yakin bahwa kelompok-kelompok itu sangat memerlukan media. Mereka sangat menyadari bahwa dunia maya itu merupakan media yang sangat efektif. "Pokoknya mereka sadar media," kata Boy. ~VIVAnews

No comments: