burung bersayap sebelah
- Suatu kali Nasrudin bertanya pada Tuhan: “kenapa saya dikasi istri
cantik?”. Dengan lembut yang ditanya menjawab: “karena cantiklah kamu
pilih dia!”. Belum puas, lagi-lagi Nasrudin bergumam: “Sudah cantik,
baik lagi!”. Ini juga dijawab sama: “itu sebabnya kamu pilih dia”.
Merasa pertanyaannya dijawab terus, lelaki baik hati ini berbisik:
“kenapa istri saya goblok sekali?”. Ini pun dijawab lembut: “karena
gobloklah dia pilih kamu, bila ia pintar akan pilih orang lain!”.
-
Beginilah potret keseharian manusia, mau kelebihan tidak mau
kekurangan. Padahal, di mana ada kelebihan di sana ada kekurangan. Bila
orang biasa serakah mau yang positif serta marah dengan yang negatif,
orang bijaksana lain lagi. Mereka belajar untuk selalu tersenyum pada
apa saja yang terjadi. Dalam bahasa analogis, ketidaksempurnaan manusia
serupa dengan burung bersayap sebelah. Hanya bisa terbang bila
berpelukan. Dan lebih mudah berpelukan bila kita belajar untuk
tersenyum terutama pada kekurangan-kekurangan.
- Seperti alam, siang indah karena ada malam. Matahari dan bintang
bekerjasama rapi. Di siang hari matahari menerangi. Di malam hari,
secara rapi bintang terang benderang. Seperti sedang berbisik,
bekerja samalah saling melengkapi karena di sana letak rahasia
kesempurnaan.
- Mengaku diri sempurna, kemudian merasa tidak membutuhkan orang,
tidak saja bohong dan sombong, namun juga menjadi awal keruntuhan. HH
Dalai Lama agak unik. Bila banyak guru menganggap dirinya baru berhasil
setelah merubah muridnya, pemenang hadiah nobel perdamaian tahun 1989
ini berpesan: you don’t need to be religiuos in order to be spriritual.
Tidak perlu mengganti tempat ibadah. Menjadi spiritual berarti tidak
menyakiti sekaligus banyak menyayangi.
- Bila ini pedomannya, banyak sekali orang yang bisa menjadi
spiritual. Dari pemimpin perusahaan, sampai dengan tukang sapu.
Terutama karena dengan saling menyayangi manusia sedang saling
berpelukan kemudian terbang bersama. Pria bakat alaminya maskulin,
makanya tertarik dengan wanita feminim. Atasan pemarah merindukan
sekretaris penyabar. Inilah tanda-tanda kesempurnaan. Ia bukan
tersembunyi pada keserakahan akan hal positif, mencampakkan yang
negatif.
- Perhatikan atasan, jarang ada yang tidak pernah marah, terutama
karena kemarahan kerap membuat organisasi teratur. Disamping itu,
seperempat gaji atasan sesungguhnya biaya marah-marah. Semacam ongkos
ke dokter bila nanti stroke.
- Kendati demikian, kemarahan bisa dikelola, terutama bila manusia
menemukan kebahagiaan dalam tidak menyakiti sekaligus banyak
menyayangi. Perhatikan argumen seorang sahabat: when anger disappear enemies disappear. Ketika kemarahan menghilang, musuh juga menghilang.
- Ada yang mencoba menghilangkan kemarahan dengan menendangnya, namun
di jalan ini kemarahan tidak ditendang. Sejujurnya kemarahan adalah
suara dari dalam. Asal diawasi, ia juga membimbing.
- Perhatikan orang atau situasi yang menimbulkan kemarahan. Kenali
polanya, catat kecenderungannya. Setelah itu terkuak rahasianya,
kemarahan sejenis energi. Serupa api asal digunakan di waktu, tempat
dan tujuan yang tepat, ia membantu kita memasak.
- Bawahan yang hormat, tetangga tidak sembarangan, anak-anak penurut,
itulah sebagian hasil kemarahan yang terkelola. Ada mengerti kemarahan
lebih dalam lagi. Seorang guru meditasi berpesan: The best spiritual friend is the one who attacks your hidden faults. Sahabat pertumbuhan yang sesungguhnya adalah mereka yang menyerang kekurangan-kekurangan kita.
- Terutama karena mereka membuat kita sabar dan bijaksana. Demikian
baiknya, bahkan ia rela masuk neraka. Bila begini memandangnya, bisa
dipahami bila ada guru yang menyarankan untuk mencintai orang yang
menyakiti.
- Perlu dipahami, orang menyakiti sesungguhnya sedang menderita.
Memarahinya hanya akan memperpanjang penderitaannya. Bila judulnya
adalah “orang menderita” bukan “orang jahat”, maka energi yang muncul
bukannya marah melainkan kesediaan untuk menyayangi. Inilah yang
dilakukan para bijaksana sehingga bisa senyum-senyum bahkan ketika
disakiti. ~ GEDE PRAMA
No comments:
Post a Comment