Pada sembilan tahun lalu, Amerika Serikat bersama dengan pasukan
koalisi yang dia bentuk menggempur dan menyerbu Irak. Invasi ini
berlandaskan kecurigaan AS bahwa rezim Saddam Hussein memiliki senjata
pemusnah massal, yang ternyata tidak terbukti.
Menurut laman stasiun berita The History Channel,
penyerangan AS dan koalisinya atas Irak itu diumumkan Presiden George
W. Bush dalam pidato yang disiarkan televisi. "Pada jam ini, pasukan
Amerika dan koalisi berada dalam tahap awal operasi militer untuk
melucuti Irak, membebaskan rakyatnya dan melindungi dunia dari
marabahaya," kata Bush.
Serangan dimulai sekitar 90 menit
setelah Saddam Hussein melanggar tenggat waktu yang diberikan AS untuk
keluar dari negaranya. Target pertama, menurut Bush, adalah "fasilitas
militer" Irak yang digempur rudal-rudal jelajah Tomahawk dari sejumlah
pesawat pengebom dan kapal perang AS dan sekutunya di Laut Persia.
Rezim
Saddam sejak awal Maret 2003 sudah menyatakan siap meladeni serangan
AS. "Kekuatan jahat, musuh bagi Allah dan tanah air serta kemanusiaan
telah melancarkan agresi yang bodoh atas wilayah dan rakyat kita,"
demikian siaran radio pemerintah Irak.
Dalam hitungan tiga
pekan, AS dan koalisinya berhasil menduduki Irak sekaligus menggusur
rezim Saddam Hussein. Bush pun dengan percaya diri pada 1 Mei 2003
menyatakan bahwa operasi tempur AS di Irak telah berakhir.
Saddam
pun berhasil mereka tangkap dan diadili pada Oktober 2005. Dia lalu
dinyatakan bersalah atas kejahatan bagi kemanusiaan dan dieksekusi mati
pada 30 Desember 2006. Namun, AS dan koalisi tidak menemukan senjata
pemusnah massal yang menjadi alasan utama mereka menggempur Irak.
Walau
rezim Saddam mereka singkirkan, masalah tidak langsung selesai. Selama
bertahun-tahun, AS dan koalisi harus menghadapi perlawanan dari kaum
pemberontak. Irak pun jatuh dalam perang saudara antara kaum mayoritas
Syiah dan Sunni.
Pemerintah Irak pasca rezim Saddam, yang
didukung AS dan sekutunya, harus berjuang keras untuk mengembalikan
stabilitas dan keamanan negara mereka. Hingga kini belum ada data resmi
berapa jumlah total korban jiwa akibat Perang Irak itu. Namun sejumlah
lembaga dan media massa yakin bahwa warga sipil Irak paling banyak
terbunuh, jumlahnya antara ratusan ribu hingga jutaan jiwa.
Pada
15 Desember 2011, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta secara resmi
mencanangkan berakhirnya Perang Irak. Lalu pada 18 Desember 2011,
kontingen terakhir pasukan AS meninggalkan Irak. AS pun dalam satu
dekade terakhir harus menanggung biaya perang yang sangat besar, baik
di Irak dan Afganistan.
Menurut senator AS, Jim Webb, biaya
yang ditanggung AS di Irak dan Afganistan mencapai setidaknya US$3,4
triliun. "Sebagai dampaknya, beban itu mengarah kepada naiknya utang
nasional. Kami tahu kami harus lebih disiplin dalam sistem yang telah
ditetapkan. Namun saya yakin AS mampu mengatasi masalah itu," kata Webb
dalam kunjungannya di Jakarta Agustus 2011.
"Tingkat utang
nasional kami sangat besar karena perang di Irak dan Afganistan tidak
dianggarkan, tidak masuk dalam anggaran. Ongkos kedua perang itu
dibiayai melalui pos darurat khusus, yang nilainya di atas anggaran,"
kata Webb. ~VIVAnews
No comments:
Post a Comment