Monday, March 19, 2012

Kebijakan berbasis Politik

Pertemuan para pimpinan partai politik yang tergabung dalam "koalisi" Pemerintah, tentu saja akan selalu menarik untuk diikuti. Pasal nya, bukan saja pertemuan itu digelar di Cikeas, namun bersamaan dengan itu, Pemerintah juga sedang bersiap-siap untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dalam beberapa hari belakangan ini banyak digelar aksi unjuk rasa para mahasiswa menolak kebijakan tersebut.

    Pertemuan Cikeas diharapkan mampu memperkokoh kekuatan sekaligus dalam memperkuat barisan diantara sesama partai koalisi pendukung Pemerintah. Lebih jauh dari itu, secara politik pertemuan Cikeas pun dapat saja dinilai sebagai "lobi" tingkat tinggi antara Pemerintah dengan petinggi partai politik menjelang usulan Pemerintah menaikan harga BBM ini di bahas di DPR guna memperoleh dukungan nya. Kalau saja partai koalisi solid dan bersepakat untuk "mengamankan" kebijakan Pemerintah, maka dijamin halal 100 %, per 1 April 2012 nanti, harga BBM di dalam negeri bakalan naik.

   Boleh jadi, pertemuan partai koalisi pendukung Pemerintah di Cikeas pun membahas persoalan mengapa para mahasiswa di seluruh penjuru tanah air terekam begitu getol menggelar aksi unjuk rasa ? Benarkah kebijakan menaikan harga BBM harus ditebus dengan mahal oleh warga masyarakat ? Hal ini mesti nya sudah kita pahami. Sebab, sebelum harga BBM dinaikan, ternyata harga-harga kebutuhan bahan pokok lain nya tampak sudah merangkak naik. Apalagi beberapa waktu sebelum nya, Pemerintah telah mengumumkan soal naik nya gaji para pegawai negeri.

   Sebagai bangsa yang sensitif, sekali nya terdapat kebijakan Pemerintah yang berurusan dengan "kenaikan", baik gaji atau pun BBM, maka senantiasa akan diikuti oleh kenaikan harga dan biaya-biaya kehidupan lain nya, termasuk ongkos transportasi itu sendiri. Pengalaman malah mempertontonkan kepada kita, setiap BBM dinaikan, maka akan memberi "efek domino" yang cukup kuat, khusus nya dalam mendongkrak harga-harga kebutuhan pokok, biaya transportasi dan ongkos-ongkos lain nya.

    Dihadapkan pada fenomena yang demikian, mesti nya Pemerintah juga merancang strategi untuk memperkuat sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat secara sistemik dan tidak memberikan program Bantuan Langsung Tunas Sementara (BLTS). Sayang, walau pun program semacam BLT dinilai banyak pihak kurang mendidik dan sangat tidak mungkin mampu meningkatkan daya beli rakyat, namun dari sisi politik dan pencitraan Pemerintah, rupa nya program semacam inilah yang lebih disukai oleh rakyat.

   Seorang sahabat malah menegaskan bahwa dalam iklim hedonisme, masyarakat akan memilih yang sifat nya instan ketimbang yang memerlukan proses dan ikhtiar. Dalam bahasa lain nya, masyarakat akan memilih diberi ikan ketibang diberi kail. Menyikapi kondisi psikologis rakyat yang demikian, sebetul nya dari sisi jangka pendek, kebijakan menaikan BBM sekaligus kompensasi untuk masyarakat miskin diterapkan kebijakan BLT, adalah langkah yang cukup tepat, sekali pun dalam jangka panjang akan menimbulkan persoalan lain yang lebih rumit.

    Oleh karena itu, sangat bijak jika mulai sekarang Pemerintah dapat lebih serius dalam melakukan pencarian pilihan kebijakan yang lebih "berkualitas" ketimbang ikut menaikan harga BBM di dalam negeri ketiga harga minyak di pasaran duni naik dengan angka yang cukup signifikan. Lebih parah jika kebijakan seperti ini malah dilestarikan, sebagai akibat dari malas nya para pengambil kebijakan di negeri ini guna mencari terobosan yang lebih cerdas. Pemerintah rasa nya masih senang melahirkan kebijakan yang berbasis politik ketimbang yang benar-benar berbasis kepada aspirasi rakyat nya sendiri. ~SUARA RAKYAT

No comments: