Monday, March 19, 2012

Titik Jenuh !!!

Titik jenuh, boleh saja diidentikan dengan tingkat kebosanan yang cukup tinggi. Tingkat kejenuhan dan tingkat kebosanan adalah hal yang tidak jauh berbeda. Dalam bahasa anak muda nya disebut "sebelas duabelas". Oleh karena itu, jika ada orang yang menyatakan sudah sampai ke titik jenuh, maka apa yang dikemukakan nya itu telah menjadi tidak menarik atau sudah tidak lagi menjadi perhatian banyak pihak.

   Dalam mengamati kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, kelihatan nya kasus Bank Century, kasus Suap Cek Pelawat dan kasus Suap Wisma Atlet sudah mulai "ditinggalkan" oleh para penggemar nya. Orang-orang terkesan sudah jenuh karena "ending" nya yang tak kunjung tiba. Masyarakat banyak yang kecewa akan proses penuntasan kasus nya yang dinilai terlampau bertele-tele.

   Mandeg nya kasus Bank Century, ditetapkan nya Miranda Gultom sebagai tersangka dalam kasus Suap Cek Pelawat atau ditersangkakan nya Angelina Sondakh, rupa nya tidak mampu memberi kepuasan maksimal kepada publik. Boleh jadi, publik menuntut lebih dan bukan hanya sekedar menetapkan orang tertentu sebagai tersangka saja.

   Memang, dalam langkah penegakan hukum beberapa kasus terbilang tuntas. Sebut saja kejadian dibui nya besan Presiden Sby beberapa waktu lalu, mempertontonkan kepada publik bahwa Pemerintah tidak main-main dalam memerangi korupsi di negeri ini. Sosok sekaliber Aulia Pohan yang nota bene besan nya RI 1 pun tetap dijerat hukum sekira nya terbukti salah dalam mengelola uang rakyat.

  Masyarakat sendiri, rupa nya butuh hal-hal baru. Mulai ditemukan nya indikasi pelebaran kasus Wisma Atlet ke beberapa tokoh Partai Golongan Karya dan bahkan kader-kader partai politik lain, boleh jadi bakal menarik lagi perhatian publik yang tampak sudah jenuh jika hanya mendengar celotehan seorang Nazaruddin.

   Walau masih harus dibuktikan soal keterlibatan politisi muda Partai Golkar Azis Samsudin dalam kasus Proyek Pembangunan Kawasan Pusat Kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Terpadu SDM Kejaksaan Agung atau Adyaksa Center sebesar Rp.567,9 milyar, masyarakat pasti ingin mengetahui tentang isu tersebut.

   Masalah nya menjadi semakin mengasyikkan tatkala politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul berkomentar bahwa "badai Demokrat akan segera berlalu. Sekarang mengarah ke kuning (Golkar) dan warna-warna lain nya". Terlepas benar atau tidak nya pernyataan Ruhut diatas, namun sebagai sinyal politik, kita dapat menangkap sebuah kesan bahwa masing-masing partai politik di DPR sebenar nya memiliki "jatah" untuk rame-rame "memainkan uang rakyat".
   Nasib sial lah yang melanda Partai Demokrat. Partai yang didirikan Presiden Sby ini, terpaksa harus tampil duluan ke tengah-tengah publik karena kecerobohan seorang Nazaruddin dan teman-teman sejawat nya dalam memainkan proyek-proyek pembangunan.

  Semua memang telah terang benderang. Kasus Nazaruddin adalah kepunyaan Partai Demokrat. Persekongkolan nya jelas. Kelembagaan Negara nya juga dinakhkodai oleh kader Partai Demokrat. Anggota DPR yang ada di Komisi mitra Pemerintah nya pun jelas. Semua menggumpal jadi satu kekuatan dan makin memperjelas kolaborasi nya.

  Akhir nya, andai nyanyian Nazar ini berimbas juga ke partai politik lain di luar Demokrat, maka bisa jadi kata-kata Nazar yang menyatakan "bisa bubar republik" ini, mungkin ada betul nya juga. Itu sebab nya, jika isu nya bergeser ke arah ini, bisa-bisa titik jenuh publik pun bakal mencair dan ingin menyaksikan episode selanjut nya. ~SUARA RAKYAT

No comments: