Wednesday, April 18, 2012

Revitalisasi BPS



Kita memang tidak boleh main-main dengan yang nama nya data. Sebab, kalau data nya salah maka hasil nya pun akan keliru. Di negara kita, ada Undang Undang yang menyatakan hanya Badan Pusat Statistik (BPS) yang berhak menghimpun dan mempublikasikan data atas nama negara dan bangsa. Di luar BPS, dapat digunakan sebagai data pembanding saja. Termasuk juga data yang selama ini digarap oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), atau pun data yang dihimpun oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dalam kalimat lain, dapat ditegaskan hanya data BPS yang resmi, sedangkan di luar BPS bukan data yang dipublikasi Pemerintah.


   Penting nya data, sudah sama-sama kita maklumi. Data bukan sekedar digunakan untuk merumuskan sebuah perencanaan pembangunan, namun data yang akurat pun sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha yang bakal melaksanakan investasi. Oleh karena itu, manakala terekam ada ketidak-percayaan dari para pengusaha pertanian terhadap data pangan yang diumumkan BPS, tentu saja hal ini merupakan pukulan yang cukup telak bagi BPS. Padahal, jika kita tidak percaya terhadap data BPS, maka pertanyaan lanjutan nya adalah data mana lagi yang akan kita percayai ?

   Alasan yang dikemukakan para pengusaha di bidang pangan diatas, sebetul nya menarik untuk disikapi, khusus nya oleh kalangan "keluarga besar" BPS. Paling tidak, BPS dapat menarik hikmah dari kerisauan para pengusaha agribisnis kita. Atau BPS pun dapat menjadikan pengalaman ini sebagai bahan untuk "introspeksi" atas masalah yang menghadang nya. Mereka menyatakan, data BPS dianggap tidak "up to date", dan metode perhitungan nya dinilai kurang signifikan. Khawatir data BPS tidak akurat, para pengusaha pangan lebih memilih untuk melakukan perhitungan sendiri, baik untuk jumlah produksi atau yang lain nya, ketimbang harus menggunakan data pangan dari BPS.

   Suasana seperti ini, tentu sangat tidak kita harapkan. Sebagai warga bangsa yang baik, tentu kita harus menghormati aturan perundang-undangan yang ada. Bila dalam Undang Undang sudah diamanatkan bahwa BPS adalah satu-satu nya lembaga data yang resmi, maka kita tentu harus mengakui nya. Tapi kalau dalam kenyataan nya banyak hal yang perlu dibenahi lebih lanjut, maka menjadi tugas dan kewajiban kita bersama untuk membenahi nya. Salah satu nya adalah ketidak-percayaan para pengusaha yang bergerak di bidang agribisnis terhadap data pangan yang disampaikan BPS.

   Harus nya, BPS mampu tumbuh dan berkembang menjadi satu-satu nya lembaga data yang kredibel di Indonesia. Untuk itu, jika hingga kini masih ada kalangan yang meragukan eksistensi BPS, tentu tidak terlampau salah sekira nya kita perlu melakukan revitalisasi terhadap BPS. Disinilah barangkali perlu dijawab, mengapa masih ada pihak yang kurang meyakini kinerja BPS ? Lalu, apakah ketidak-optimalan BPS dalam menjalankan tupoksi nya itu dikarenakan oleh anggaran yang terbatas ?  Bahkan boleh saja ditanyakan benarkah Pemerintah memiliki keseriusan yang tinggi untuk "memartabatkan" BPS sebagai satu-satu nya lembaga data yang akurat ?

    Kelemahan BPS selama ini, memang bukan terletak pada sisi profesionalisme SDM nya, namun berdasar informasi yang ada, kendala utama nya terletak pada anggaran yang terbatas. Padahal, menurut rumor yang berkembang, bagi kepentingan data dan intelejen, mesti nya tidak mengenal "batas anggaran". Yang ada adalah bagaimana data tersedia dengan baik, berkualitas dan akurat. Hal ini penting dicatat, karena hanya dengan data yang berkualitas itulah, kita bakal mampu merencanakan pembangunan yang semakin berkualitas pula. ~SUARA RAKYAT.

No comments: