Sangat tidak gampang membaca tanda-tanda zaman. Tidak mudah pula
menangkap isyarat-isyarat nya. Zaman tetap akan bergulir dan
menggelinding seiring dengan perjalanan waktu. Kita tidak mungkin akan
mampu menghentikan nya. Apalagi jika ingin memutar kembali jarum jam ke
masa lalu. Kita tidak berhak untuk merubah arah dan gerakan nya. Semua
telah tertata dengan rapi juga apik. Dan yang paling bisa dilakukan
adalah berusaha semaksimal mungkin untuk membaca simbol-simbol nya yang
terkadang tampak di hadapan mata, baik berupa fatamorgana atau pun
fakta-fakta nyata di lapangan.
Dalam kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, sebaik nya kita mampu membaca
simbol-simbol kehidupan yang tengah berlangsung. Apa dan bagaimana
sesungguh nya kehidupan kebangsaan kita saat ini ? Apa dan bagaimana
sebenar nya suasana kenegaraan yang tengah kita hadapi sekarang ? Dan
sampai sejauh mana kita mampu menelaah potret kehidupan kemasyarakatan
yang kini sedang mengedepan dalam kiprah keseharian nya ? Inilah
serangkaian persoalan yang cukup penting untuk kita jawab sekaligus
juga disiapkan solusi cerdas nya. Sebab, jika kita sampai tertinggal
oleh gerakan zaman, maka betapa nelangsa nya Ibu Pertiwi tercinta.
Di tengah ketidak-pastian, biasa nya ada kepastian. Sekali pun banyak pihak yang berpendapat bahwa kepastian itu adalah ketidak-pastian,
namun kita tidak dilarang untuk membangun kepastian itu sendiri. Dalam
membaca isyarat zaman, kepastian itu menjadi sangat strategis, khusus
nya dalam merancang sebuah perencanaan, terutama yang bersifat jangka
panjang. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan Pemerintah Orde Baru
yang dikenal dengan Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) dan
Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT II), pada hakekat nya
merupakan "kompas" untuk mengokohkan kepastian selama kurun waktu 50
tahun ke depan.
Mengukir sebuah kepastian dalam
skenario pembangunan, bukanlah hal yang sederhana untuk diwujudkan.
Selain di butuhkan introspeksi atas pengalaman masa lampau, juga sangat
dibutuhkan ada nya kemampuan mengantisipasi terhadap berbagai
kecenderungan yang bakal terjadi di masa kini dan mendatang. Resultante
antara "introspeksi" dan "antisipasi" inilah yang akhir nya
bakal menentukan, sampai sejauh mana kita mampu menorehkan harapan
menjadi sebuah fakta kehidupan di lapangan. Termasuk di dalam nya
keseriusan kita untuk melakukan pengendalian terhadap simbol-simbol
yang tampil sebagai konsekwensi dari perguliran isyarat zaman itu
sendiri.
Di era Reformasi pun sikap antisipatif juga
dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Saat ini kita memiliki yang
nama nya Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun (RPJP) yang
kemudian dipertegas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 5 Tahunan
(RPJM). Walau tidak sejauh para penguasa di era Orde Baru, dimana
mereka mampu merancang hingga 50 tahun ke depan, tapi dari pada tidak
ada sama sekali, maka RPJP dan RPJM yang dimiliki sekarang, boleh lah
kita sebut sebagai kesungguhan untuk mengukir kepastian dalam bingkai
pergerakan zaman itu sendiri.
Isyarat Zaman, memang
akan selalu muncul dengan simbol-simbol yang terkadang tidak kita
ketahui apa sebetul nya pesan yang ingin disampaikan nya kepada warga
bangsa. Sebut saja soal "anomali iklim" yang kini tengah melanda
berbagai kawasan di belahan dunia ini. Kita tentu saja akan kesulitan
mencari penyebab nya mengapa kondisi ini mestri tercipta, terkecuali
karena ulah dan tingkah polah kita yang terkadang tidak mampu lagi
untuk bersikap arif dalam memelihara keseimbangan ekosistem kehidupan.
Bencana kekeringan dan bencana banjir, di tengarai sebagai sebuah
isyarat zaman yang penting kita cermati. Adakah gerak langkah yang
keliru selama kita melakoni pembangunan ? Atau kita nya sendiri yang
belum faham bahwa dibalik yang dilakukan selama ini, ternyata banyak
pelanggaran yang dilakukan, baik dalam hal membangun persahabatan
dengan alam raya yang sudah pudar mau pun dikarenakan sikap kita yang
serakah dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia ?
Semoga kita akan dapat menemukan jawaban nya, tentu dalam kurun waktu yang sesegera mungkin. ~SUARA RAKYAT
No comments:
Post a Comment