Friday, December 9, 2011

Kebun Koruptor...!!!

Menarik sekali apa yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tentang "kebun koruptor". Pandangan yang sedikit nyeleneh ini, boleh jadi merupakan sebuah "terobosan" dalam pemberantasan korupsi di negeri ini, setelah berbagai macam cara yang dilakukan selama ini dinilai belum sesuai dengan yang diharapkan. Lebih sedih lagi, ternyata praktek-praktek korupsi pun tetap semarak di berbagai kelembagaan Pemerintah. Termasuk juga aparat yang ditugaskan untuk berada di garda paling depan dalam pemberantasan korupsi itu sendiri.


   Kasus yang menimpa Sistoyo seorang Jaksa di Kejaksaan Negeri Cibinong, Bogor, Jawa Barat, adalah sebuah bukti bahwa di tubuh aparat penegak hukum sendiri, praktek-praktek penyalah-gunaan wewenang dan kekuasaan masih sering terjadi. Belum lagi kasus yang menimpa seorang Hakim yang dipecat oleh Mahkamah Agung, dikarenakan yang bersangkutan meminta ke seorang Pengacara untuk disediakan "Penari Telanjang". Berdasar info, sebetul nya masih ada 4 orang "Hakim Cabul" yang belum di proses. Mengenaskan sekali, bukan ?

    Lalu kepada siapa lagi bangsa ini akan menggantungkan harapan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini ? Apakah ke Komisi Pemberantasan Korupsi ? Ini juga banyak diragukan. KPK sendiri seolah-olah "kalah wibawa" jika harus berhadapan dengan kasus-kasus spesial seperti Bank Century. Atau kasus nya Nunun Nurbaitri. Bahkan dalam penanganan korupsi mantan Bendahara Partai Demokrat Nazarudin pun terkesan berjalan lambat. Memang kasus-kasus tersebut tidak jalan ditempat, hanya apa tidak ada terapi yang lebih baik, agar gerakan nya KPK dalam menuntaskan kasus-kasus tersebut tidak seperti keong yang sedang berjalan.

    Beberapa kalangan malah cenderung pesimis jika melihat siapa yang menjadi operator KPK itu sendiri. Rata-rata ya polisi dan jaksa juga. Bisa jadi cerita nya bakal menjadi lain, jika yang menjadi ujung tombak KPK di lapangan adalah para "pendekar hukum" yang benar-benar independen, amanah dan cerdas, juga tidak pernah tercatat dalam kelembagaan yang sekarang ini sudah tidak kredibel di mata masyarakat.

   "Kebun Koruptor" yang ide dasar nya tidak jauh berbeda dengan "Kebun Binatang", boleh jadi merupakan bentuk lain dari saksi hukum yang dikemas dalam semangat sanksi sosial. Arti nya, jika penertiban secara hukum ternyata tidak ampuh untuk menimbulkan efek jera, kelihatan nya tidak keliru juga bila dalam pencarian terobosan yang lebih efektip, dikaitkan dengan saksi sosial. Persoalan nya adalah apakah kalau gagasan semacam ini diterapkan, maka nanti nya bakal ada orang yang membela para koruptor ?

   Korupsi jelas musuh semua bangsa. Di dunia ini tidak akan ada satu negara pun yang membebaskan pemimpin nya untuk melakukan korupsi. Itu sebab nya, jika masih ada yang membela koruptor, bahkan sampai mati-natian, maka yang bersangkutan ini perlu dipertanyakan komitmen nya dalam membangun bangsa dan negara sebagaimana yang diamanatkan dalam cita-cita nasional kita. Di sana tidak ada satu kalimat pun yang isi nya melindungi koruptor. Malah yang dapat kita tangkap adalah setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Pemenjaraan Aulia Pohan yang nota bene adalah Besan Presiden Sby, membuktikan bahwa hukum itu tidak pilih kasih. Siapa yang berbuat harus berani dipertanggungjawabkan nya.

   Sebagai sebuah ide, penerapan "Kebun Koruptor" dalam meningkatkan percepatan memerangi korupsi, tentu perlu kita dukung dengan sepenuh hati. Tinggal bagaimana pengejawantahan nya di lapangan. "Kebun Korupsi" seperti apa yang sebaik nya dibangun di negeri ini ? Apakah semodel Kebun Binatang di Ragunan dengan berbagai modifikasi yang lebih pas untuk dihuni oleh para koruptor ? Atau semodel Disney Land, dimana akan kita saksikan para koruptor yang sedang menebus dosa ? Terlepas dari semua pilihan yang ada, rasa-rasa nya semangat membangun "kebun koruptor" sebagaimana yang digelindingkan Ketua MK diatas, pada inti nya tetap ingin membuat "rajutan" antara sanksi hukum dengan saksi sosial-budaya. ~SUARA RAKYAT

No comments: