Andai kepada masyarakat kita tanyakan tentang persetujuan nya untuk
menaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) per 1 April 2012, maka sebagian besar
warga bangsa akan menolak nya. Rakyat sudah sangat berpengalaman akan
dampak yang ditimbulkan, sekira nya Pemerintah menaikan harga BBM.
Pokok soal nya, tentu bukan dikarenakan kebijakan menaikan harga BBM
adalah sesuatu yang sangat tidak populer lagi dalam kehidupan
masyarakat, namun bila kita cermati suasana yang telah terjadi selama
ini, ternyata setiap Pemerintah menempuh kebijakan menaikan harga BBM,
cenderung makin "menyengsarakan" masyarakat, khusus nya mereka yang
sering kita vonis selaku "korban-korban pembangunan".
Lain BBM, lain pula dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Kalau kita
tanyakan kepada masyarakat, khusus nya mereka yang terkategorikan
"miskin" tentang perlu atau tidak nya BLT, maka dapat dipastikan,
secara serempak mereka akan menyatakan "persetujuan" nya. Di mata
mereka BLT adalah rahmat kehidupan yang harus disyukuri keberadaan nya.
Masyarakat miskin, tidak pernah berpikir bahwa yang nama nya BLT itu
adalah perlakuan yang tidak mendidik. Mereka boleh jadi sudah sering
mendengar pandangan para pakar bahwa yang perlu diberikan kepada kaum
miskin, bukanlah ikan, tapi berilah mereka itu kail nya.
Akan tetapi, yang sudah terpolakan di dalam benak mereka adalah
bagaimana jalan pintas yang dapat diraih agar nasib dan kehidupan nya
tetap berlangsung. Selain itu, dengan ada nya BLT, angan-angan mereka
untuk memiliki kendaraan roda dua atau motor, kini tampak terbuka
lebar. Bukankah sekarang ini "uang muka" kredit motor sangat
memungkinkan untuk diambil oleh warga masyarakat ? Dengan uang muka Rp
300.000,- saja, maka kita bakal mampu menikmati jalan-jalan sore dengan
menggunakan kendaraan roda dua. Mereka terkadang tidak berpikir jauh ke
depan. Yang penting adalah bagaimana rasa nya pernah memiliki motor.
Soal ketidak-mampuan membayar cicilan berikut nya, maka hal itu adalah
masalah lain lagi.
Sekira nya kita boleh
berterus-terang dan berkehendak untuk membaca suasana kehidupan yang
tengah terjadi, rakyat sendiri mau nya adalah BBM tidak dinaikan,
tetapi BLT dikucurkan. Mau nya Pemerintah adalah BBM dinaikan dan
sebagai bentuk kepedulian kepada warga miskin maka kompensasi nya
dengan digelontorkan program BLT sebesar Rp 150.000,- per bulan yang
dilakukan selama 9 bulan. Pertanyaan nya adalah adakah langkah yang
dapat ditempuh agar diantara dua keinginan diatas didapatkan jalan
keluar yang dapat memberi kepuasan, baik bagi Pemerintah mau pun
masyarakat nya ? Jawaban nya tentu saja bakalan sulit atau bahkan sama
sekali tidak akan pernah bakalan ada !
Ini ibarat buah
simalakama. Dipilih yang satu bapak nya mati namun jika dipilih yang
satu nya lagi maka ibu nya mati. Hanya, bila kita mau mencari solusi,
sebaik nya kita selesaikan masalah nya satu per satu. Pertama,
tuntaskan terlebih dahulu masalah BBM ini. Bagaimana Pemerintah mampu
menjelaskan kepada rakyat bahwa BBM ini perlu dinaikan. Masyarakat
tentu akan dapat memahami tentang perlu nya harga BBM dinaikan. Dengan
gaya dan pendekatan yang simpatik dan mampu membaca suasana kebatinan
yang sedang tercipta di dalam kehidupan masyarakat, mesti nya
Pemerintah tidak perlu merasa was-was dalam menentukan kebijakan nya.
Yang penting adalah bagaimana cara nya agar keputusan yang dilakukan
Pemerintah itu, juga merupakan keputusan masyarakat secara keseluruhan.
Namun, masalah nya tentu saja akan berbeda, jika keputusan yang
ditempuh Pemerintah lebih bersifat sepihak, apalagi terkesan seperti
yang ingin memaksakan kehendak. Dengan arogansi kekuasaan, maka dipilih
lah sebuah keputusan yang sama sekali tidak dikomunikasikan dengan
rakyat terlebih dahulu. Jika ini yang ditempuh, maka suatu hal yang
wajar andaikan masyarakat pun banyak yang berkeberatan dengan apa yang
diputuskan Pemerintah. Persoalan nya adalah apakah rencana kenaikan
harga BBM per 1 April 2012 ini sebagaimana yang dijelaskan diatas ?
Kalau saja dalam perjalanan dan perkembangan nya sebagian besar warga
bangsa melakukan penolakan terhadap kenaikan harga BBM diatas, maka
dapat dipastikan bahwa model komunikasi yang dilakukan Pemerintah,
belumlah seperti yang diharapkan. Bahkan boleh jadi, Pemerintah
melupakan apa sebetul nya yang diinginkan oleh rakyat nya sendiri.
Semoga tidak demikian fakta nya di lapangan. ~SUARA RAKYAT
No comments:
Post a Comment