Sebutan "penikmat pembangunan", boleh jadi akan terdengar lebih
menyenangkan, dari pada kita mendengar istilah "korban pembangunan".
Setiap anak negeri, tentu harus mampu menjadi penikmat pembangunan. Ini
penting dicatat, karena yang nama nya pembangunan haruslah dapat
dirasakan manfaat nya oleh seluruh warga bangsa. Untuk itu, suatu
kekeliruan yang sangat fatal jika pembangunan yang dilakukan, hanya
dapat dinikmati oleh segelintir warga bangsa. Prinsip makmur dalam
kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran, sudah sepantas nya menjadi
arah utama dari skenario pembangunan yang dijalankan.
Kendati pun secara semangat pembangunan harus mampu memberi berkah dan
kesejahteraan bagi segenap warga bangsa, namun fakta sering kali
berbeda dengan apa yang dicita-citakan. Pembangunan yang mesti nya
dapat meningkatkan kualitas hidup seluruh warga bangsa, ternyata dalam
perjalanan sekitar 67 tahun merdeka, masih sukar untuk dijelmakan.
Pembangunan sendiri, memang telah memberi kenikmatan, tapi apalah
artinya jika mereka yang mampu menikmati hasil nya itu, hanyalah orang
atau kelompok-kelompok tertentu saja, sedangkan sebagian besar lebih
pas disebut sebagai "korban-korban pembangunan"..
Sebetul nya, sangat banyak siasat yang dapat ditempuh guna menjadikan
pembangunan memberi keberkahan bagi kehidupan segenap warga bangsa.
Dulu, kita pernah merasakan sekaligus menilai bagaimana model Trilogi
Pembangunan, yang inti nya merajut pertumbuhan, pemerataan dan
stabilitas diwujudkan. Spirit "tetesan ke bawah" sebagai kelanjutan
dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, rupa nya sulit untuk diwujudkan.
Akibat nya, model Trilogi Pembangunan malah menimbulkan ketimpangan
yang cukup tajam antara sebagian kecil warga bangsa yang kondisi
kehidupan nya cukup baik dengan sebagian besar warga bangsa yang
suasana kehidupan nya cukup memprihatinkan.
Keadaan
ini, rupa nya sukar untuk diselesaikan dan terus berlanjut hingga
sekarang. Arti nya, sekalipun saat ini Pemerintah memiliki model
"Tripple Strategy" yang esensi nya pro growth, pro employ dan pro poor,
namun dalam kenyataan nya kita masih dihadapkan pula pada masalah
pengangguran, kemiskinan dan ketidak-merataan. Tiga jurus ampuh
Pemerintah yang digelar dalam era reformasi, kelihatan nya tidak serta
merta akan dapat menjawab tantangan pembangunan. Beberapa pihak malah
menuding antara "Tripple Strategy" dengan "Trilogi Pembangunan", tak
ubah nya sama dan sebangun. Lebih tegas lagi, jika ingin tahu beda nya,
boleh jadi hanya dari sisi kata dan kalimat, sedang substansi nya sama
saja.
Sejak para pendiri republik ini memproklamirkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak pernah terbayangkan
bahwa "tanah merdeka" ini bakal seperti sekarang. Bung Karno dan Bung
Hatta tidak pernah memimpikan di Indonesia ini akan terjadi praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin membabi-buta dan sulit untuk
dikendalikan. Mereka juga tidak pernah berpikir Indonesia akan menjadi
"republik mafia", mengingat hampir di seluruh sektor kehidupan sekarang
ini dipenuhi oleh para mafia. Bahkan mereka pun pasti tidak akan pernah
mengira bahwa seusai sekian puluh tahun Indonesia merdeka, maka akan
ditemukan masih banyak nya warga bangsa yang hidup dalam lautan
kesengsaraan.
Ada nya fakta bahwa hanya sebagian kecil
warga bangsa yang mampu menjadi "penikmat pembangunan" adalah sebuah
fakta bahwa harapan para pendiri republik ini, belum dapat diwujudkan
secara nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, tugas kita saat ini dan
ke depan adalah bagaimana cara nya agar dalam tempo yang
sesingkat-singkat nya kita mampu memperbanyak jumlah penikmat
pembangunan sekaligus juga mengurangi jumlah korban pembangunan. Inilah
sebuah pekerjaan rumah yang menantang dan pasti tidak gampang untuk
dibuktikan. ~SUARA RAKYAT
No comments:
Post a Comment