Wednesday, March 14, 2012

Penikmat Pembangunan

Sebutan "penikmat pembangunan", boleh jadi akan terdengar lebih menyenangkan, dari pada kita mendengar istilah "korban pembangunan". Setiap anak negeri, tentu harus mampu menjadi penikmat pembangunan. Ini penting dicatat, karena yang nama nya pembangunan haruslah dapat dirasakan manfaat nya oleh seluruh warga bangsa. Untuk itu, suatu kekeliruan yang sangat fatal jika pembangunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh segelintir warga bangsa. Prinsip makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran, sudah sepantas nya menjadi arah utama dari skenario pembangunan yang dijalankan.

   Kendati pun secara semangat pembangunan harus mampu memberi berkah dan kesejahteraan bagi segenap warga bangsa, namun fakta sering kali berbeda dengan apa yang dicita-citakan. Pembangunan yang mesti nya dapat meningkatkan kualitas hidup seluruh warga bangsa, ternyata dalam perjalanan sekitar 67 tahun merdeka, masih sukar untuk dijelmakan. Pembangunan sendiri, memang telah memberi kenikmatan, tapi apalah artinya jika mereka yang mampu menikmati hasil nya itu, hanyalah orang atau kelompok-kelompok tertentu saja, sedangkan sebagian besar lebih pas disebut sebagai "korban-korban pembangunan"..

    Sebetul nya, sangat banyak siasat yang dapat ditempuh guna menjadikan pembangunan memberi keberkahan bagi kehidupan segenap warga bangsa. Dulu, kita pernah merasakan sekaligus menilai bagaimana model Trilogi Pembangunan, yang inti nya merajut pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas diwujudkan. Spirit "tetesan ke bawah" sebagai kelanjutan dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, rupa nya sulit untuk diwujudkan. Akibat nya, model Trilogi Pembangunan malah menimbulkan ketimpangan yang cukup tajam antara sebagian kecil warga bangsa yang kondisi kehidupan nya cukup baik dengan sebagian besar warga bangsa yang suasana kehidupan nya cukup memprihatinkan.

   Keadaan ini, rupa nya sukar untuk diselesaikan dan terus berlanjut hingga sekarang. Arti nya, sekalipun saat ini Pemerintah memiliki model "Tripple Strategy" yang esensi nya pro growth, pro employ dan pro poor, namun dalam kenyataan nya kita masih dihadapkan pula pada masalah pengangguran, kemiskinan dan ketidak-merataan. Tiga jurus ampuh Pemerintah yang digelar dalam era reformasi, kelihatan nya tidak serta merta akan dapat menjawab tantangan pembangunan. Beberapa pihak malah menuding antara "Tripple Strategy" dengan "Trilogi Pembangunan", tak ubah nya sama dan sebangun. Lebih tegas lagi, jika ingin tahu beda nya, boleh jadi hanya dari sisi kata dan kalimat, sedang substansi nya sama saja.

   Sejak para pendiri republik ini memproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak pernah terbayangkan bahwa "tanah merdeka" ini bakal seperti sekarang. Bung Karno dan Bung Hatta tidak pernah memimpikan di Indonesia ini akan terjadi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin membabi-buta dan sulit untuk dikendalikan. Mereka juga tidak pernah berpikir Indonesia akan menjadi "republik mafia", mengingat hampir di seluruh sektor kehidupan sekarang ini dipenuhi oleh para mafia. Bahkan mereka pun pasti tidak akan pernah mengira bahwa seusai sekian puluh tahun Indonesia merdeka, maka akan ditemukan masih banyak nya warga bangsa yang hidup dalam lautan kesengsaraan.

   Ada nya fakta bahwa hanya sebagian kecil warga bangsa yang mampu menjadi "penikmat pembangunan" adalah sebuah fakta bahwa harapan para pendiri republik ini, belum dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, tugas kita saat ini dan ke depan adalah bagaimana cara nya agar dalam tempo yang sesingkat-singkat nya kita mampu memperbanyak jumlah penikmat pembangunan sekaligus juga mengurangi jumlah korban pembangunan. Inilah sebuah pekerjaan rumah yang menantang dan pasti tidak gampang untuk dibuktikan. ~SUARA RAKYAT

No comments: