Suara rakyat, bukanlah suara Pemerintah. Atau dapat juga dibalik
pernyataan nya, suara Pemerintah bukanlah suara rakyat. Suara
Pemerintah sebetul nya lebih gampang dikelola ketimbang suara rakyat.
Kalau Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan telah
mengambil suatu sikap, maka jajaran yang ada di bawah nya tentu harus
mampu mengamankan sikap yang diambil nya itu.
Tapi
jika kita ingin membulatkan suara rakyat, maka siapa yang harus kita
dengar ? Benarkah suara yang dikumandangkan para mahasiswa adalah suara
rakyat yang sesungguh nya ? Betulkah suara para elit bangsa yang kerap
kali diwawancarai media massa adalah kata hati nya rakyat banyak ? Dan
yang tak kalah menarik nya untuk dipertanyakan adalah sampai sejauh
mana keberadaan para anggota DPR yang nota bene juga adalah "wakil
rakyat" itu sendiri ?
Pengalaman menggambarkan, selama
ini yang paling lantang menyuarakan nasib rakyat adalah para mahasiswa.
Selama ini pula lebih banyak para mahasiswa yang turun ke jalan
ketimbang komponen bangsa lain nya. Unjuk rasa mahasiswa yang terjadi
di berbagai daerah, pada inti nya tetap menjelaskan soal kepedulian
mereka terhadap penderitaan rakyat.
Demo mahasiswa
bukanlah demo bayaran. Mahasiswa tentu tidak dapat diiming-imingi
sesuatu. Bukti nya, ketika para mahasiswa mau "dibajui" KNPI untuk
menemani Presiden Sby bertandang ke negeri China, ternyata ada juga
pimpinan kelembagaan mahasiswa yang menolak nya. Mereka terlihat lebih
memilih untuk menggelar unjuk rasa sambil berpanas-panasan di jalanan
dari pada harus menikmati perjalanan ke negeri China.
Sejati nya suatu Pemerintahan adalah selalu berkiprah berdasarkan
keinginan dan harapan rakyat nya sendiri. Pemerintah tentu tidak akan
bersikap hanya untuk kepentingan golongan nya. Tapi sesuai dengan
aturan main yang ada, Pemerintah mestilah mampu berdiri diatas semua
golongan masyarakat. Harapan semacam ini rupa nya masih belum dapat
diwujudkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di
negeri ini. Jabatan Presiden yang seharus nya berdiri diatas semua
kepentingan, kelihatan nya masih belum diwujudkan. Ketika Pemerintahan
Orde Baru manggung Presiden Soeharto merangkap jabatan dengan Ketua
Dewan Pembina Golongan Karya. Begitu juga ketika negeri ini dipimpin
oleh Habibie, Gus Dur dan Megawati. Bahkan di era sekarang pun Presiden
Sby tetap merangkap sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Untuk itu, kalau saja ada yang memimpikan bahwa seorang Presiden itu
harus mampu menjadi seorang negarawan, maka boleh jadi keinginan
semacam itu identik dengan sebuah mimpi. Arti nya, suatu hal yang tidak
mungkin jika seorang Ketua Dewan Pembina partai akan tinggal diam,
sekira nya terjadi prahara politik di partai yang dibina nya itu.
Apalagi jika diri nya termasuk orang yang membidani kelahiran partai
politik yang bersangkutan. Itulah yang kini sedang terjadi di negeri
ini. Banyak fakta yang menopang nya sekaligus juga bukti yang mendukung
nya.
Jika demikian kondisi nya, tentu tidak terlampau
keliru pandangan yang menyatakan bahwa suara Pemerintah bukanlah suara
rakyat, tapi lebih menjurus ke suara kelompok nya. ~SUARA RAKYAT
No comments:
Post a Comment