Saturday, May 26, 2012

BBM dan Petani ?


"BBM naik, SBY turun" ! Slogan semacam ini, beberapa waktu lalu banyak dikumandangkan oleh para mahasiswa di seluruh pelosok tanah air. Hampir dalam setiap orasi nya, para mahasiswa yang berunjuk rasa, selalu lantang bicara dan mengaitkan kenaikan harga BBM dengan lengser nya Sby dari kursi kepresidenan. Mahasiswa yang sejati nya mewakili "suara rakyat" banyak, ketiak itu memang menolak rencana Pemerintah yang bakal menaikan harga BBM.

    Mahasiswa menilai kalau harga BBM dinaikan dalam kondisi ekonomi rakyat yang masih mengenaskan, maka naik nya harga BBM akan semakin memberatkan masyarakat dalam melakoni kehidupan nya. Resiko dari kenaikan harga BBM adalah naik nya harga barang-barang kebutuhan pokok lain. Yang lebih menarik adalah sebelum harga BBM dinaikan, ternyata banyak komoditi yang harga nya sudah merangkak naik, mendahului kenaikan harga BBM itu sendiri.

   Dari sekian banyak komponen bangsa, para petanilah yang akan terkena langsung dari kenaikan harga BBM ini. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, derajat kesehatan yang lemah dan daya beli ekonomi nya yang belum sesuai dengan harapan, maka yang nama nya petani memang merupakan bagian dari warga bangsa yang kondisi kehidupan nya masih memprihatinkan. Petani masih hidup dalam suasana kemiskinan.


   Bukti nya sebagian besar rumah tangga sasaran penerima manfaat program beras untuk masyarakat miskin adalah mereka yang beratributkan petani. Oleh karena itu, bila kita ingin mencermati kaitan langsung antara kenaikan harga BBM dengan nasib dan kehidupan petani, maka ada baik nya kita tengok kiprah keseharian nya. Disinilah sebetul nya sangat pantas untuk diungkap benarkah dampak terburuk dari kenaikan harga BBM akan dapat disolusikan dengan kompensasi Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLTS) ?

  Harga BBM, boleh jadi merupakan momok yang menakutkan bagi para petinggi di negeri ini. Kita rupa nya masih belum mampu untuk berdaulat dalam menentukan harga yang terjadi di pasar internasional. Harga BBM di dalam negeri, terekam masih sangat ditentukan oleh harga minyak dunia. Oleh karena itu, sekira nya harga minyak dunia mengalami kenaikan, maka suka atau pun tidak, kita dipaksa untuk melakukan penyesuaian.

   Ini sebetul nya yang menjadi alasan utama mengapa Pemerintah berencana akan menaikan harga BBM. Walau ada opsi lain yang dapat dipilih, namun Pemerintah tampak nya lebih menyukai pola-pola konvensional yang terkadang melahirkan penolakan dan gugatan dari masyarakat. Langkah menaikan harga BBM di dalam negeri, seakan-akan menjadi sesuatu yang ditabukan. Kalau tidak terpaksa, boleh jadi Pemerintah tidak akan menempuh cara ini. Sayang nya kondisi perekonomian makro kita memang sedang kocar kacir, sehingga demi memelihara dan menjaga stabilitas ekonomi, Pemerintah harus menyesuaikan harga BBM di dalam negeri.

   Penolakan mahasiswa terhadap rencana Pemerintah untuk menaikan harga BBM, sebetul nya cukup beralasan. Jika harga BBM di dalam negeri dinaikan, maka dampak nya tentu bakal menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok lain nya pun ikut-ikutan naik. Pengalaman selama ini membuktikan bahwa sebelum pengumuman resmi Pemerintah tentang kenaikan harga BBM di lakukan, malah harga-harga barang lain sudah mulai merangkak naik.

    Bila sudah seperti ini suasana nya, maka pertanyaan yang kerap kali kuncul ke tengah-tengah kehidupan kita adalah siapa sebetul nya yang paling menderita dengan ada nya kebijakan yang demikian ? Jawaban nya jelas dan tegas, yang paling terkena dampak kenaikan harga ini pasti mereka yang selama ini sering disebut para "korban pembangunan", dimana salah satu nya adalah kaum tani itu sendiri. Itu sebab nya, sekali pun Pemerintah berencana memberi kompensasi kepada mereka lewat program bantuan tunai langsung sebesar Rp. 150.000,- per bulan, yang dibagikan tiga bulan sekali, ternyata dalam jangka panjang, langkah yang demikian dianggap sangat tidak mendidik.

   Beberapa kalangan menuding, sebaik nya Pemerintah melepas kebijakan yang sifat nya "pemadam kebakaran", namun disarankan agar Pemerintah dapat mencari terobosan-terobosan cerdas dalam menangani setiap masalah yang ada. Salah satu nya adalah perlu dikembangkan nya pendekatan "deteksi dini" atau "early warning system".

   Disodorkan pada kondisi seperti ini, terutama yang erat kaitan nya dengan kenaikan harga BBM, mesti nya Pemerintah sendiri telah memiliki banyak opsi dalam menjawab setiap permasalahaan yang ada dan tidak hanya bersikukuh terhadap satu opsi saja. Disini, kecerdasan Pemerintah untuk mampu melahirkan terobosan benar-benar sangat dituntut. Kreativitas dan sikap inovatif dari para pengambil kebijakan betul-betul sangat dimintakan. Sebab, kalau saja mereka tetap menjebakkan diri pada kondisi yang sedang tercipta, maka sangat tidak mungkin bakal ada sebuah perbaikan. Tugas kita bersama untuk mengingatkan nya. Untung nya BBM tidak jadi naik, walau suatu saat bisa saja Pemerintah menaikan nya secara mendadak. ~SUARA RAKYAT.

No comments: