Friday, July 15, 2011

Jakarta (SJ) - Hingga era SBY-Boed ini, para elite kekuasaan mengalami krisis etika dan moral sehingga korupsi merajalela, jurang kaya-miskin makin tajam dan terjadi krisis kepercayaan rakyat kepada penguasa.
Prof Dr Alois A. Nugroho dari Unika Atma Jaya, Jakarta dan Prof Dr Kautsar Azhari Nur dari UIN Jakarta menyampaikan hal itu dalam dialog  Nurcholish Madjid Society (NCMS) di Gedung Bestari Jakarta, Kamis malam. Dialog dihadiri Ibu Omi Nurcholish Madjid, Teddy Rusdi, Yudi Latif, Herdi Sahrasad, Henry Simarmata, Edwin Arifin  dan kalangan mahasiswa dan masyarakat. dengan moderator Muhamad Wahyuni Nafis.

Alois Nugroho mengingatkan, Indonesia yang disebut-sebut sebagai salah satu bintang negara emerging markets ternyata merupakan negara terkorup dari 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik. Demikian hasil survei bisnis yang dirilis Political & Economic Risk Consultancy atau PERC. Dalam survei tahun 2010, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10.  Posisi kedua ditempati Kamboja, kemudian Vietnam, Filipina, Thailand, India, China, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Makao, Jepang, Amerika Serikat, Hongkong, Australia, dan Singapura sebagai negara yang paling bersih. Dalam peringkat angka mulai dari 0 (negara terbersih) hingga 10 (negara terkorup), “perolehan” Indonesia meningkat dari 7,98  pada 2008 dan 8, 32 pada 2009 menjadi 9,07 pada 2010.
Menurutnya, kesahihan temuan PERC memang dapat diperdebatkan. Namun kasus “Cicak vs Buaya” akhir tahun 2009 yang mengalami ramifikasi dan overlapping menjadi “Kasus Makelar Kasus”, “Kasus Bank Century”, “Kasus Mafia Peradilan”, “Kasus Rekening Gendut para Petinggi Polisi”, “Kasus Gayus”, “Kasus Makelar Pajak”, “Kasus foto  turnamen tennis”, bersama dengan “kasus Deputi Gubernur BI” dan kasus-kasus lain yang menimpa parlemen, birokrasi, aparat hukum dan para politisi, hanya mengukuhkan hasil temuan PERC. ‘’Badan-badan eksekutif, legislatif dan yudikatif kita telah ternoda aklibat krisis etika-moral,’’ kata Alois dan Kautsar.
Alois Nugroho mengingatkan bahwa dalam acara tasyakuran peringatan Hari Amal Bhakti ke-63 Departemen Agama tahun 2009 di Pekan Raya Jakarta, 17 Januari 2009, Menteri Agama Republik Indonesia menyimpulkan adanya keyakinan publik bahwa di Indonesia telah terjadi krisis moral dan etika keagamaan. Menurut Menag, meski belum pernah dilakukan penelitian tentang kebenaran klaim tersebut, tetapi secara "common sense", opini itu telah terlanjur diyakini masyarakat sebagai suatu kebenaran
Alois dan Kautsar melihat, bagi observasi rakyat biasa yang berpartisipasi dalam kehidupan biasa, sebenarnya tidak sukar mengumpulkan berita-berita yang dapat mendukung “common sense” itu.  ‘’Bagi sementara kalangan, video mesum mirip Ariel dengan Luna Maya atau dengan Cut Tari menjadi salah satu bukti bahwa telah terjadi krisis moral bangsa, karena kasus itu menunjukkan bahwa sebagian masyarakat menganggap perzinahan dan perselingkuhan sebagai tindakan lumrah,’’ujar Alois.
Alois dan Kautsar menyatakan, efek video itu pun lebih lanjut akan mempengaruhi moralitas pihak-pihak yang masih mempertahankan etika agama serta  anak-anak yang belum mengenal budaya perselingkuhan. Kasus video “Bandung Lautan Asmara” tahun 2001 terulang sembilan tahun kemudian dan terasa lebih heboh karena melibatkan para selebritas yang sedang bersinar. Ditambah dengan berita kawin cerai dan perilaku seksual para selebritas, termasuk para “selebritas politik”, “selebritas intelektual” dan “selebritas agama”, publik menangkap bahwa kasus video porno hanyalah puncak dari gunung es yang besar.
Meski dampak sosialnya tidak kecil, namun krisis moral di atas sering dikategorikan sebagai krisis dalam kaitannya dengan “kesalehan pribadi”. Lebih lanjut, banyak pula pihak yang lebih prihatin pada krisis moral dalam kaitannya dengan “kesalehan publik”, semisal yang mencuat dalam bentuk korupsi, kesenjangan kaya miskin dan memudarnya toleransi.
Dalam hal kesenjangan kaya miskin, angka kemiskinan pada 2010 menurut perhitungan Badan Pusat Statistik yang lazimnya lebih optimistis pun, tidak banyak beranjak jauh dari angka kemiskinan pada 2009.  Angka  Kemiskinan di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen), turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Mereka yang tergolong miskin menurut BPS ialah mereka yang pengeluaran per kapita kurang dari Rp. 211.726,-- per bulan atau Rp.7.000,-- per hari. Sementara itu, kelompok dengan pengeluaran 10-20 USD (Rp. 90.000,-- - Rp. 180.000,-- ) per kapita per hari naik dari 0,4 juta orang pada 2009 menjadi 2,23 juta orang pada 2009. ‘’Angka kemiskinan itu  menunjukkan lemahnya spirit dan kinerja pemerintah memberantas kemiskinan, sementara korupsi meluas,’’ kata Alois.
Sementara itu, kalangan lain menunjukkan memudarnya moralitas “bhineka tunggal ika” sebagai salah satu bukti adanya krisis moral itu. Pada Oktober 2010, Lingkaran Survei Indonesia mengumumkan hasil temuannya bahwa tingkat toleransi atas keberagaman berdasarkan paham Bhinneka Tunggal Ika menurun drastis. Sebaliknya, pembenaran kekerasan dengan mengatas-namakan agama meningkat secara signifikan. Untuk melihat sejauh mana toleransi tersebut, LSI mengajukan pertanyaan kunci tentang kekerasan yang dialami  Ahmadiyah. Dari hasil survei per September 2010,  sebanyak 30,2 persen responden menyetujui kekerasan terhadap Ahmadiyah. Hasil ini jauh meningkat dibandingkan hasil survei tahun 2005 yang hanya 13,9 persen. ‘’Ini isyarat kuat bahwa kebhinekaan kita kian tergerus dan terancam,’’kata Alois.(ach/rimanews)

No comments: