Sebuah sekolah di Ethiopia tidak mengajarkan kurikulum yang biasa
terdapat di sekolah pada umumnya. Di sekolah ini, para siswa diajarkan
untuk tertawa demi menciptakan pikiran positif dan menghilangkan
depresi dan rasa sakit.
Adalah Belachew Girma, pengajar
satu-satunya di Sekolah Tawa di Adis Ababa yang pertama kali menggagas
pelajaran tidak umum tersebut. Dia adalah pemegang rekor tertawa selama
tiga jam enam menit pada pertandingan tertawa di Jerman, 2008 silam.
Pada
situs sekolah tersebut, lelaki 44 tahun ini mengatakan tertawa dapat
dilatih untuk menghadapi kelaparan dan kehancuran. Muridnya juga tidak
sedikit. Tercatat 22 orang telah mendaftar belajar tertawa, kebanyakan
adalah pesakitan dan orang yang depresi, hampir putus asa.
Salah
satu muridnya adalah Alemayehu Anbessie. Bersama dengan puluhan murid
lainnya, Anbessie berusaha tertawa keras, bahkan mengalahkan Girma
sendiri. Tawa untuknya adalah penyembuh dukanya akibat menderita tumor
kanker yang menonjol di pipi kanannya.
"Saya tidak bisa
menertawakan kanker, tapi tawa bisa membantu saya hidup dengan kanker.
Sejak saya belajar tertawa, saya tidak butuh lagi penghilang rasa
sakit," kata Anbessie sebagaimana diberitakan harian Jerman, Die Welt.
Metoda
pengajaran Anbessie cukup sederhana. Murid didudukkan melingkar dan
dipaksa tertawa. Beberapa masih bingung, beberapa lainnya tertawa
keras, sampai temboloknya terlihat atau urat nadi di pelipisnya muncul.
Dia
yakin, tawa dapat menjadi penyembuh berbagai penyakit fisik maupun
mental. Girma mengaku hidupnya cukup bahagia dengan menjadi seorang
pelatih anjing yang tampil di depan publik, sampai dia menjadi pecandu
alkohol, pengunyah khat (daun candu di Afrika) dan seks bebas.
Dia juga mengidap HIV, yang ditularkannya ke pacar dan
istrinya--keduanya telah meninggal. Dia hampir saja bunuh diri sampai
membaca sebuah artikel penyembuhan mandiri dan sebuah ayat di kitab
suci yang memerintahkan untuk tetap berupaya bahagia jika ingin sehat.
"Saya memutuskan untuk berubah. Saya berhenti minum-minum, dan mulai
tertawa, walau tidak ada yang bisa ditertawakan," kata Girma.
Melalui
sekolah tawanya, dia mencoba mengajarkan makna kebahagiaan, sekaligus
menghidupi dirinya sendiri. Untuk setiap empat sesi pelajaran tertawa,
siswa dikenakan bayaran 450 birr atau sekitar Rp243 ribu--ini sebesar
upah rata-rata buruh di Ethiopia setiap bulannya.
Girma juga
memberikan terapi tertawa gratis kepada anak yatim dan anak jalanan
yang menderita kelaparan seminggu sekali di berbagai sekolah. Selain di
Ethiopia, dia menularkan "virus" tawanya ke beberapa negara, di
antaranya Jerman, Inggris, Israel, Amerika Serikat dan Afrika Selatan.
~VIVAnews
No comments:
Post a Comment