Friday, November 25, 2011

Berebut Kekuasaan...???

Bagi orang-orang tertentu, kekuasaan itu ibarat candu. Orang yang sudah menduduki sebuah posisi, seringkali akan mengalami kesulitan untuk membebaskan diri dari hedonis kekuasaan itu. Seseorang yang sudah menjabat sebagai Wakil Bupati atau Wakil Gubernur misal nya, maka dalam periode berikut nya cenderung ingin mengejar posisi yang lebih tinggi. Diri nya dapat saja berkehendak untuk menjadi Bupati atau malah berniat untuk menyabet jabatan Gubernur.

    Kekuasaan relatif sukar untuk diberikan secara tulus ikhlas. Di dalam persepsi mereka, kekuasaan adalah sesuatu yang harus direbut dan diperjuangkan. Kekuasaan memang tidak datang dengan sendiri nya. Kekuasaan tidak mungkin bakal digenggam dengan begitu saja. Bahkan dalam konteks kekinian, kekuasaan benar-benar sangat sexy, sehingga menjadi incaran setiap orang. Akibat nya wajar, jika posisi-posisi jabatan publik, mulai yang bernuansa politik, ekonomi mau pun sosial budaya, kerap kali menjadi rebutan, termasuk di dalam nya jabatan Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, anggota DPR dan lain sebagai nya.


   Yang nama nya kekuasaan, pada dasar nya adalah sebuah amanah yang harus diwujudkan dengan penuh kehormatan dan tanggungjwab. Kekuasaan mesti nya mampu menjaga dan memelihara rasa kepercayaan masyarakat yang telah diberikan kepada orang-orang yang berkuasa. Oleh karena itu, betapa memalukan nya bila ada orang yang sudah diberi amanah untuk menjalankan kekuasaan, ternyata dalam praktek keseharian nya, malah menyalah-gunakan kekuasaan yang telah diberikan nya itu.

    Perilaku yang demikian, tentu sangat tidak kita harapkan. Kita ingin agar orang-orang yang sudah dititipi amanah itu mampu menjalankan tugas dan kewajiban nya secara serius. Kita meminta agar segudang janji yang sempat diutarakan tatkala kampanye dulu, jangan hanya mengemuka menjadi sebuah wacana. Sebut saja, janji untuk menciptakan lapangan kerja, tentu harus secepat nya dibuktikan, sehingga kita tidak dihantui oleh "bom waktu" pengangguran. Begitu pun dengan kehendak untuk menghapuskan kemiskinan, mesti nya dalam tempo yang sesegera mungkin dapat kita wujudkan.

   Bagi seseorang, yang memang sudah susah untuk menhentikan hedonis kekuasaan yang merasuk dalam sanubari nya, kita memohon agar jika diri nya mampu merebut kekuasaan, maka jangan sekali-kali melupakan apa yang menjadi harapan dan tuntutan rakyat. Kita ingin agar para penguasa ini tetap mengusung kepentingan rakyat selalu berada di atas kepentingan pribadi, keluarga atau golongan nya. Kita tentu sudah muak menyaksikan kiprah para penguasa yang hanya berpikir untuk pribadi dan lingkungan terdekat nya. Dan kita pun pasti tidak mau lagi menyaksikan suatu perubahan kekuasaan melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan budaya politik yang selama ini kita bangun bersama.

    Walau Pemilihan Presiden masih sekitar 3 tahun ke depan, namun libido partai politik yang ingin mengusung kader-kader terbaik nya, kini sudah mengedepan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa partai politik besar, terlihat sudah "menjajakan" nama-nama yang dinilai pantas untuk menduduki jabatan RI 1. Menarik nya, dari sekian nama yang diusulkan itu, ternyata masih didominasi oleh "muka-muka lama", yang dinilai oleh sementara kalangan tidak bakalan mampu melakukan perubahan yang signifikan. Dari sini lah kemudian lahir pertanyaan : apakah harus tokoh tua atau tokoh muda yang layak memimpin Indonesia periode 2014-2019 ?

   Pertanyaan diatas, tentu tidak perlu kita jawab saat ini. Biarkan waktu terus berjalan. Silahkan para tokoh partai politik menghangatkan bursa RI 1. Sebab, sekalipun kini kita bicara berbusa-busa, namun yang akan menentukan seseorang untuk menjadi RI 1, pada inti nya tetap akan melalui du tahapan. Pertama yang bersangkutan harus diusulkan dan diusung oleh partai politik; lalu yang kedua diri nya pun tentu harus mampu mendapat dukungan rakyat. Hanya orang yang mengena di hati rakyat banyak lah yang akan mampu memenangkan perebutan kekuasaan. ~SUARA RAKYAT

No comments: