Bagi orang-orang tertentu, kekuasaan itu ibarat candu. Orang yang
sudah menduduki sebuah posisi, seringkali akan mengalami kesulitan
untuk membebaskan diri dari hedonis kekuasaan itu. Seseorang yang sudah
menjabat sebagai Wakil Bupati atau Wakil Gubernur misal nya, maka dalam
periode berikut nya cenderung ingin mengejar posisi yang lebih tinggi.
Diri nya dapat saja berkehendak untuk menjadi Bupati atau malah berniat
untuk menyabet jabatan Gubernur.
Kekuasaan relatif
sukar untuk diberikan secara tulus ikhlas. Di dalam persepsi mereka,
kekuasaan adalah sesuatu yang harus direbut dan diperjuangkan.
Kekuasaan memang tidak datang dengan sendiri nya. Kekuasaan tidak
mungkin bakal digenggam dengan begitu saja. Bahkan dalam konteks
kekinian, kekuasaan benar-benar sangat sexy, sehingga menjadi incaran
setiap orang. Akibat nya wajar, jika posisi-posisi jabatan publik,
mulai yang bernuansa politik, ekonomi mau pun sosial budaya, kerap kali
menjadi rebutan, termasuk di dalam nya jabatan Presiden, Gubernur,
Bupati/Walikota, anggota DPR dan lain sebagai nya.
Yang nama nya kekuasaan, pada dasar nya adalah sebuah amanah yang
harus diwujudkan dengan penuh kehormatan dan tanggungjwab. Kekuasaan
mesti nya mampu menjaga dan memelihara rasa kepercayaan masyarakat yang
telah diberikan kepada orang-orang yang berkuasa. Oleh karena itu,
betapa memalukan nya bila ada orang yang sudah diberi amanah untuk
menjalankan kekuasaan, ternyata dalam praktek keseharian nya, malah
menyalah-gunakan kekuasaan yang telah diberikan nya itu.
Perilaku yang demikian, tentu sangat tidak kita harapkan. Kita ingin
agar orang-orang yang sudah dititipi amanah itu mampu menjalankan tugas
dan kewajiban nya secara serius. Kita meminta agar segudang janji yang
sempat diutarakan tatkala kampanye dulu, jangan hanya mengemuka menjadi
sebuah wacana. Sebut saja, janji untuk menciptakan lapangan kerja,
tentu harus secepat nya dibuktikan, sehingga kita tidak dihantui oleh
"bom waktu" pengangguran. Begitu pun dengan kehendak untuk menghapuskan
kemiskinan, mesti nya dalam tempo yang sesegera mungkin dapat kita
wujudkan.
Bagi seseorang, yang memang sudah susah
untuk menhentikan hedonis kekuasaan yang merasuk dalam sanubari nya,
kita memohon agar jika diri nya mampu merebut kekuasaan, maka jangan
sekali-kali melupakan apa yang menjadi harapan dan tuntutan rakyat.
Kita ingin agar para penguasa ini tetap mengusung kepentingan rakyat
selalu berada di atas kepentingan pribadi, keluarga atau golongan nya.
Kita tentu sudah muak menyaksikan kiprah para penguasa yang hanya
berpikir untuk pribadi dan lingkungan terdekat nya. Dan kita pun pasti
tidak mau lagi menyaksikan suatu perubahan kekuasaan melalui cara-cara
yang tidak sesuai dengan budaya politik yang selama ini kita bangun
bersama.
Walau Pemilihan Presiden masih sekitar 3
tahun ke depan, namun libido partai politik yang ingin mengusung
kader-kader terbaik nya, kini sudah mengedepan dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa partai politik besar, terlihat sudah "menjajakan"
nama-nama yang dinilai pantas untuk menduduki jabatan RI 1. Menarik
nya, dari sekian nama yang diusulkan itu, ternyata masih didominasi
oleh "muka-muka lama", yang dinilai oleh sementara kalangan
tidak bakalan mampu melakukan perubahan yang signifikan. Dari sini lah
kemudian lahir pertanyaan : apakah harus tokoh tua atau tokoh muda yang
layak memimpin Indonesia periode 2014-2019 ?
Pertanyaan diatas, tentu tidak perlu kita jawab saat ini. Biarkan
waktu terus berjalan. Silahkan para tokoh partai politik menghangatkan
bursa RI 1. Sebab, sekalipun kini kita bicara berbusa-busa, namun yang
akan menentukan seseorang untuk menjadi RI 1, pada inti nya tetap akan
melalui du tahapan. Pertama yang bersangkutan harus diusulkan dan
diusung oleh partai politik; lalu yang kedua diri nya pun tentu harus
mampu mendapat dukungan rakyat. Hanya orang yang mengena di hati rakyat
banyak lah yang akan mampu memenangkan perebutan kekuasaan. ~SUARA RAKYAT
No comments:
Post a Comment