Friday, November 25, 2011

Pro Food...???


Bicara soal "pro", rasa nya Kepemimpinan Sby, baik ketika berpasangan dengan Wappres Jusuf Kalla atau pun dengan Boedono, terkesan ingin membuat perbedaan dengan Presiden-Presiden sebelum nya. Selain disosialisasikan soal "pro growth", "pro employ", "pro poor" dan "pro enviroment", mesti nya ditambah dengan "pro food".


    Yang terakhir ini penting dipertimbangkan, karena setinggi apa pun pertumbuhan ekonomi yang kita raih, atau sebesar apa pun lapangan kerja yang dapat kita siapkan, atau sehebat apa pun kita dapat menghapuskan jumlah orang miskin di negeri ini, atau semantap apa pun kita dapat menata lingkungan yang asri dan lestari; namun jika kita tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok bahan makanan rakyat, khusus nya beras, maka segudang prestasi atau kehebatan sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, tidak lah akan memberi makna apa-apa.

    Semua kesuksesan akan sirna dengan sendiri nya. Tanpa beras, boleh jadi identik dengan tidak ada nya kehidupan. Bahkan beberapa pegiat pangan sering menyatakan bahwa tidak ada satu pun Pemerintahan di dunia yang bubar jalan karena kelebihan bahan pangan, namun sejarah mencapat ada nya Pemerintahan yang bubar jalan karena kekurangan bahan pangan. Itulah sebab nya, mengapa "pro food" perlu dijadikan salah satu prioritas dalam merancang strategi pembangunan ke depan.

   "Pro food", mesti nya sudah sejak lama kita jadikan strategi andalan dalam "grand desain" pembangunan yang kita lakoni. Pendekatan nya, tentu bukan hanya sekedar bicara soal swasembada atau ketahanan pangan belaka, namun sedini mungkin kita juga sudah harus berani mengangkat semangat kemandirian dan kedaulatan pangan, sebagai cita-cita yang mesti diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

    Soal swasembada dan ketahanan pangan, memang selama ini sudah dapat kita buktikan, sekali pun dalam beberapa tahun belakangan ini, kondisi swasembada dan ketahanan pangan semakin diragukan kebenaran nya. Orang-orang pasti akan mempertanyakan mengapa sebagai negeri yang sudah mempoklamirkan diri surplus beras misal nya, tiba-tiba mengumumkan perlu nya impor beras dari Thailand atau Vietnam.

    Lalu, bagaimana kaitan nya dengan prestasi swasembada beras yang juga telah diumumkan ke warga dunia, yakni tahun 1984 dan 2008 lalu itu ? Lebih memilukan lagi, ternyata masalah ketahanan pangan pun menjadi semakin menumpuk setelah muncul nya fenomena anomali iklim, yang kini belum ada satu solusi cerdas nya.

    Fakta nya, setelah beberapa waktu kita dicemaskan oleh berlangsung nya kekeringan yang cukup panjang, sehingga banyak sawah yang gagal panen atau terkena puso; maka kini kita pun harus bersiap-siaga kembali guna menjawab masalah banjir yang ditengarai tidak kalah gawat nya dibandiingkan dengan bencana kekeringan yang telah kita lalui bersama.

    "Pro Food", sepantas nya dimaknai sebagai sebuah sistem pangan. Untuk itu, bila sekarang ini, kita tampak serius merumuskan RUU Pangan sebagai bentuk penyempurnaan dari Undang Undang No 7/1996 tentang Pangan, maka kemauan politik guna mempertegas komitmen meraih kemandirian dan kedaulatan pangan, sudah sewajar nya dibarengi dengan tindakan politik yang realistik. Apalagi jika hal ini kita rangkaikan dengan perjalanan era reformasi, dimana dalam berbagai kesempatan sering digugat tentang konsep reformasi yang ingin kita raih.

  Harapan kita, semoga semangat RUU Pangan yang salah satu semangat nya membangun kedaulatan pangan dalam kehidupan masyarakat, bakal menjadi sebuah regulasi yang tugas utama nya melakukan pendampingan, pengawalan, pengawasan dan pengamanan dikembangkan nya "pro food" dalam strategi pembangunan bangsa ke depan ! ~SUARA RAKYAT

No comments: