Pada 19 tahun yang lalu, AS mengerahkan 1.800 pasukan Marinir ke
ibukota Somalia, Mogadishu. Bersama dengan misi multinasional, AS
mencoba menegakkan kembali keamanan di Somalia, negara miskin Afrika
yang berkecamuk perang saudara.
Menurut stasiun televisi The History Channel,
sejak menjadi negara merdeka pada 1960 - setelah berabad-abad
bergantian dijajah Portugal, Inggris, dan Italia - Somalia terus didera
konflik politik yang berujung kepada perang saudara. Inilah yang
memancing AS untuk berkepentingan menciptakan perdamaian dengan
mengerahkan kekuatan bersenjata.
Pada awal Desember 1992,
Presiden AS yang saat itu akan pensiun, George H.W. Bush, mengirim
kontingen pasukan Marinir ke Mogadishu sebagai bagian dari misi bernama
Operasi Restore Hope (Pemulihan Harapan). Didukung oleh pasukan AS dan
multinasional, para pekerja bantuan internasional segera bekerja
menyalurkan pasokan pangan dan logistik kepada rakyat Somalia.
Namun,
kekerasan sporadis terus berlanjut, bahkan 24 tentara Pakistan yang
tergabung dalam misi PBB terbunuh pada 1993. Itulah yang membuat Dewan
Keamanan PBB memerintahkan penangkapan atas Jenderal Mohammed Farah
Aidid, pemimpin salah satu fraksi bersenjata di Somalia yang dianggap
bertanggungjawab atas pembunuhan itu.
Pasukan AS pun mencoba
menangkap Aidid. Namun, dalam suatu operasi militer pada 3 Oktober
1993, upaya itu gagal terwujud. Bahkan milisi bersenjata Somalia
ramai-ramai menyerang pasukan AS dengan menewaskan 18 tentara dan
menembak jatuh dua helikopter mereka. Peristiwa itu diabadikan dalam
suatu film Hollywood berjudul "Black Hawk Down."
Pada 31 Maret
1994, Presiden AS saat itu, Bill Clinton, akhirnya memerintahkan
penarikan mundur semua tentara dari Somalia. Langkah ini juga diikuti
pasukan dari negara-negara lain. Walau telah diupayakan sejumlah
perundingan dan perjanjian damai, perang saudara dan kekacauan di
Somalia masih berlanjut.VIVAnews
No comments:
Post a Comment