Yang Mulia kini tengah berjuang. Yang Mulia yang bergaji kecil,
sekarang lagi membuat manuver. Tawaran yang disampaikan Yang Mulia para
Hakim ini akan menggelar aksi mogok sekira nya tingkat kesejahteraan
nya tidak diperbaiki. Gerakan para Hakim ini, tentu bakal berbeda
dengan gerakan mahasiswa dalam menggelar demo. Para hakim juga tidak
perlu orasi di Gedung DPR atau melakukan "perjalanan panjang" dari
Senayan ke Istana Negara misal nya. Namun langkah mereka langsung
menukik ke pengambil kebijakan yang memang memiliki tupoksi untuk
membenahi birokrasi. Diantar oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi
Prof. Jimly Al Sidiq perwakilan para Hakim dari berbagai daerah ini,
langsung dialog dengan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, untuk
menyampaikan uneg-uneg nya.
Hasil pertemuan itu
sendiri, tentu saja sangat diharapkan mampu membawa titik terang,
sehingga derita para Hakim yang telah bertahun-tahun mereka rasakan,
dalam waktu yang sesegera mungkin, akan terjadi perubahan. Kita
berharap agar masalah rendah nya gaji yang menimpa para Hakim ini cepat
tuntas. Sebab, jika dibiarkan 'ngambang terkendali', dirisaukan para
Hakim tidak bakal optimal dalam menjalankan pekerjaan nya. Dampak buruk
nya, para Hakim tidak akan mampu membawa "palu keadilan" di dunia ke
suasana yang kita dambakan bersama.
Yang Mulia memang
sangat jauh berbeda dengan Yang Terhormat jika dibandingkan dari sisi
gaji atau pendapatan yang diterima setiap bulan nya. Yang Mulia ukuran
nya jutaan rupiah, tapi Yang Terhormat bicara nya puluhan juga rupiah.
Padahal, mereka yang berkiprah selaku Hakim sering juga disebut sebagai
"Wakil Tuhan" di dunia yang berhak memutuskan keadilan. Sedangkan Yang
Terhormat adalah "Wakil Rakyat" yang diharapkan mampu melaksanakan
amanah yang selama ini dilekatkan dalam diri setiap Yang Terhormat.
Dalam pola pikir yang egaliter, mesti nya kesejahteraan antara Yang
Mulia dan Yang Terhormat, tidak terlampau jomplang. Arti nya, kalau pun
ada perbedaan, maka selisih nya itu tidaklah terlampau jauh. Oleh
karena itu, sekira nya kita cermati apa yang menjadi "semangat" para
Hakim dalam memperjuangkan aspirasi nya, maka dari beberapa pernyataan
yang disampaikan para Hakim kepada publik, tidaklah terlepas dari
urusan perut dan masa depan, disamping juga soal kemartabatan.
Di daerah-daerah ada Hakim yang nyambi menjadi tukang ojeg. Ada juga
isteri Hakim yang banting tulang mencari rejeki guna menambah-nambah
gaji yang diterima suami nya. Bahkan ada juga seorang Hakim yang masih
dibiayai oleh orang tua nya, karena gaji yang diterima nya tidak cukup
untuk membeli buku apalagi untuk menambah jenjang pendidikan strata
nya. Mengenaskan sekali !
Substansi nya, apa yang kini
sedang diperjuangkan para Hakim ini, tentu patut kita sokong dengan
sepenuh hati. Langkah terakhir para Hakim yang berencana melakukan aksi
mogok, pada inti nya merupakan "tawaran" yang cukup simpatik dari Hakim
kepada Pemerintah. Kita percaya penuh kepada para Hakim bahwa sikap
untuk menggelar aksi mogok adalah pilihan terburuk yang harus ditempuh.
Kalau masih ada opsi lain yang dapat diajukan, sepantas nya pilihan
menetapkan opsi-opsi lain itu, penting kita cermati secara seksama pula.
Sebagai warga bangsa, pasti kita tidak akan rela melihat para Hakim
hidup menderita. Bukan saja karena Hakim memiliki status sebagai
"Pejabat Negara", tapi Hakim pun dikenal sebagai orang yang dapat
memutuskan seseorang bersalah atau tidak dalam sebuah proses
Pengadilan. Kita tidak ingin para Hakim memutus sebuah perkara dengan
suasana hati yang menangis, karena mereka selalu mempertanyakan
keberpihakan Pemerintah terhadap nasib dan penghasilan para Hakim itu
sendiri. Inilah barangkali beberapa pertimbangan yang penting kita
cermati, mengapa gerakan para Hakim ini jangan dipandang dengan sebelah
mata.
Titik terang terhadap gerakan "Yang Mulia" agar
kesejahteraan hidup nya dihargai oleh Pemerintah, rasa nya mulai
menampakan sinyal. Presiden Sby tentu sudah mendengar apa yang
diaspirasikan para Hakim ini. Presiden Sby, pasti tidak akan membiarkan
aspirasi ini menjadi bola liar. Apalagi jika sama sekali tidak
bersikap. Kita ingin agar apa yang bakal dilakukan Presiden Sby
benar-benar mampu memberi solusi. Bukan hanya wacana, atau sekedar
karikatif semata. Kita lihat saja perkembangan nya. ~SUARA RAKYAT
No comments:
Post a Comment