Friday, April 13, 2012

Perjuangan "Yang Mulia" ?

Yang Mulia kini tengah berjuang. Yang Mulia yang bergaji kecil, sekarang lagi membuat manuver. Tawaran yang disampaikan Yang Mulia para Hakim ini akan menggelar aksi mogok sekira nya tingkat kesejahteraan nya tidak diperbaiki. Gerakan para Hakim ini, tentu bakal berbeda dengan gerakan mahasiswa dalam menggelar demo. Para hakim juga tidak perlu orasi di Gedung DPR atau melakukan "perjalanan panjang" dari Senayan ke Istana Negara misal nya. Namun langkah mereka langsung menukik ke pengambil kebijakan yang memang memiliki tupoksi untuk membenahi birokrasi. Diantar oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Jimly Al Sidiq perwakilan para Hakim dari berbagai daerah ini, langsung dialog dengan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, untuk menyampaikan uneg-uneg nya.

   Hasil pertemuan itu sendiri, tentu saja sangat diharapkan mampu membawa titik terang, sehingga derita para Hakim yang telah bertahun-tahun mereka rasakan, dalam waktu yang sesegera mungkin, akan terjadi perubahan. Kita berharap agar masalah rendah nya gaji yang menimpa para Hakim ini cepat tuntas. Sebab, jika dibiarkan 'ngambang terkendali', dirisaukan para Hakim tidak bakal optimal dalam menjalankan pekerjaan nya. Dampak buruk nya, para Hakim tidak akan mampu membawa "palu keadilan" di dunia ke suasana yang kita dambakan bersama.

   Yang Mulia memang sangat jauh berbeda dengan Yang Terhormat jika dibandingkan dari sisi gaji atau pendapatan yang diterima setiap bulan nya. Yang Mulia ukuran nya jutaan rupiah, tapi Yang Terhormat bicara nya puluhan juga rupiah. Padahal, mereka yang berkiprah selaku Hakim sering juga disebut sebagai "Wakil Tuhan" di dunia yang berhak memutuskan keadilan. Sedangkan Yang Terhormat adalah "Wakil Rakyat" yang diharapkan mampu melaksanakan amanah yang selama ini dilekatkan dalam diri setiap Yang Terhormat.


    Dalam pola pikir yang egaliter, mesti nya kesejahteraan antara Yang Mulia dan Yang Terhormat, tidak terlampau jomplang. Arti nya, kalau pun ada perbedaan, maka selisih nya itu tidaklah terlampau jauh. Oleh karena itu, sekira nya kita cermati apa yang menjadi "semangat" para Hakim dalam memperjuangkan aspirasi nya, maka dari beberapa pernyataan yang disampaikan para Hakim kepada publik, tidaklah terlepas dari urusan perut dan masa depan, disamping juga soal kemartabatan.

   Di daerah-daerah ada Hakim yang nyambi menjadi tukang ojeg. Ada juga isteri Hakim yang banting tulang mencari rejeki guna menambah-nambah gaji yang diterima suami nya. Bahkan ada juga seorang Hakim yang masih dibiayai oleh orang tua nya, karena gaji yang diterima nya tidak cukup untuk membeli buku apalagi untuk menambah jenjang pendidikan strata nya. Mengenaskan sekali !

   Substansi nya, apa yang kini sedang diperjuangkan para Hakim ini, tentu patut kita sokong dengan sepenuh hati. Langkah terakhir para Hakim yang berencana melakukan aksi mogok, pada inti nya merupakan "tawaran" yang cukup simpatik dari Hakim kepada Pemerintah. Kita percaya penuh kepada para Hakim bahwa sikap untuk menggelar aksi mogok adalah pilihan terburuk yang harus ditempuh. Kalau masih ada opsi lain yang dapat diajukan, sepantas nya pilihan menetapkan opsi-opsi lain itu, penting kita cermati secara seksama pula.

    Sebagai warga bangsa, pasti kita tidak akan rela melihat para Hakim hidup menderita. Bukan saja karena Hakim memiliki status sebagai "Pejabat Negara", tapi Hakim pun dikenal sebagai orang yang dapat memutuskan seseorang bersalah atau tidak dalam sebuah proses Pengadilan. Kita tidak ingin para Hakim memutus sebuah perkara dengan suasana hati yang menangis, karena mereka selalu mempertanyakan keberpihakan Pemerintah terhadap nasib dan penghasilan para Hakim itu sendiri. Inilah barangkali beberapa pertimbangan yang penting kita cermati, mengapa gerakan para Hakim ini jangan dipandang dengan sebelah mata.

   Titik terang terhadap gerakan "Yang Mulia" agar kesejahteraan hidup nya dihargai oleh Pemerintah, rasa nya mulai menampakan sinyal. Presiden Sby tentu sudah mendengar apa yang diaspirasikan para Hakim ini. Presiden Sby, pasti tidak akan membiarkan aspirasi ini menjadi bola liar. Apalagi jika sama sekali tidak bersikap. Kita ingin agar apa yang bakal dilakukan Presiden Sby benar-benar mampu memberi solusi. Bukan hanya wacana, atau sekedar karikatif semata. Kita lihat saja perkembangan nya. ~SUARA RAKYAT

No comments: