Saturday, July 16, 2011

Berapa Cicilan Pokok dan Bunga Utang Negara dal


Oleh: Hidayatullah Muttaqin

Jurnal-ekonomi.org – Jumlah utang pemerintah Indonesia pada saat ini mencapai US$185,3 milyar atau bila dirupiahkan dengan kurs Rp 9.000/US$ setara dengan Rp1.667,7 trilyun. Jumlah yang tidak sedikit yang bila dibebankan kepada 237,556 juta penduduk Indonesia maka setiap warga negara harus memikul utang negara sebesar Rp7 juta. Jika jumlah utang negara kita sudah sangat besar maka berapakah beban cicilan pokok dan bunga utang pemerintah yang harus dibayar rakyat dalam APBN? (baca: berapa utang pemerintah Indonesia?)

Berdasarkan data dari Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun.
Proporsi anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah. Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar, yakni Rp133,75 trilyun.
Tren Cicilan Utang
Sejak tahun 2000, tren cicilan utang pemerintah meningkat (lihat grafik). Dari Rp57,69 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp230,33 trilyun di 2010. Tingkat cicilan utang negara tahun ini meroket hampir 4 kali lipat cicilan utang pemerintah tahun 2000. Hanya pada tahun 2003 cicilan utang turun jumlahnya dari cicilan tahun 2002, dan tahun 2005 dari tahun 2004. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2000, tren cicilan utang tidak mengalami penurunan sama sekali (lihat tabel).
Selama 11 tahun terakhir, negara telah membayar utang sebesar Rp1.596,1 trilyun dan 54% di antaranya atau sekitar Rp864,67 trilyun adalah untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo. Jumlah keseluruhan pembayaran utang pemerintah tersebut lebih dari 7,8 kali penerimaan APBN 2000, 4,7 kali penerimaan APBN 2003, 2,5 kali penerimaan APBN 2006, dan 1,6 kali penerimaan APBN 2010. Jumlah ini juga hampir menyamai jumlah utang negara tahun ini Rp1.667,7 trilyun. Sedangkan total pembayaran bunga utang pemerintah lebih besar dari anggaran penerimaan pajak tahun ini Rp743,3 trilyun.
Meski Indonesia telah membayar utang sebesar Rp1.667,7 trilyun selama 11 tahun terakhir, utang Indonesia tidak turun justru membengkak dari jumlah utang pada tahun 2000 yakni Rp1.235 trilyun. Bahkan jika dibandingkan jumlah utang pemerintah tahun 1998 sebesar Rp553 trilyun, jumlah utang pemerintah Indonesia tahun ini bertambah 3 kali lipat sejak krisis moneter.
Utang Sarana Imperialisme
Inilah negara kita yang hanya bisa menghabiskan sumber daya ekonomi nasional untuk membayar utang. Tragisnya setiap utang baru yang dibuat pemerintah sebagian digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo. “Gali lobang tutup lobang”, itulah kemampuan pemerintahan Indonesia sejak Orde Baru hingga rezim liberal SBY-Boediono.
Lebih tragis lagi utang menjadi sarana imperialisme asing untuk menguasai sumber daya alam dan pasar domestik Indonesia. Penaikan TDL pertengahan tahun ini adalah contoh syarat yang dikenakan Bank Dunia terhadap PLN.
Tidak kalah tragis, lembaga-lembaga pemeringkat utang seperti Standard & Poors dan Fitch memiliki pengaruh besar terhadap Indonesia. Sebab penilaian mereka atas surat-surat utang negara menentukan bagaimana pemerintah mencari utang. Secara tidak langsung pemerintah Indonesia menjadi subordinasi mekanisme pasar surat utang.
Utang baik dalam bentuk pinjaman luar negeri maupun surat utang merupakan kemaksiatan kolektif yang dilakukan oleh negara dan dibiarkan oleh masyarakat. Dari sisi kepentingan rakyat dan resiko anggaran, jelas utang yang dibuat pemerintah sangat membahayakan dan menjerumuskan negeri ini dalam penjajahan. Rasulullah SAW melarang hal ini sebagaimana sabda beliau:
“Tidak boleh ada bahaya (dlarar) dan (saling) membahayakan.”
“Barang siapa yang membuat bahaya, maka Allah akan mencelakakannya dengan perbuatan itu. Dan barang siapa yang menyulitkan, Allah akan menyulitkannya.”
Utang-utang yang dibuat pemerintah juga merupakan utang ribawi. Padahal Allah SWT telah dengan jelas dan keras mengharamkan praktek riba sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 275-279. Akibatnya, semakin besar cicilan yang dibayar pemerintah semakin bertambah pula jumlah utang negara.
Kini akibat kemaksiatan kolektif Indonesia masuk dalam perangkap utang yang tidak berkesudahan. Hak-hak hidup rakyat pun terabaikan sedangkan pemerintah semakin mengokohkan diri sebagai abdi Kapitalisme Global. Utang menjadi tolak ukur betapa negeri kita benar-benar berada dalam cengkraman penjajahan. [JURNAL EKONOMI IDEOLOGIS / www.jurnal-ekonomi.org]

No comments: