Ganja, Bisnis Triliunan Rupiah Belanda
- Partai Demokrat Kristen, salah satu partai koalisi pemerintahan di
Belanda, berencana membatasi total konsumsi ganja di negeri ini dengan
menutup izin menjual ganja yang dimiliki 700 lebih kedai kopi. Namun,
rencana ini mendapat tentangan kuat, bukan hanya oleh oposisi tapi juga
dari dunia usaha pariwisata.
- Karena berkuasa, koalisi konservatif berhasil meloloskan aturan yang
membuat 'penjualan' ganja hanya bisa pada anggota klub saja alias warga
lokal saja. Turis asing tentu saja tak bisa karena tak terdaftar.
- Beberapa kota telah menerapkan pengetatan, dengan membatasi jarak
kedai kopi dengan sekolah atau dengan memindahkannya ke pinggiran. 1
Oktober, kedai kopi di Maastricht telah melarang semua warga asing dari
negeri tetangga Belanda yakni Belgia dan Jerman untuk mengkonsumsi
ganja.
- Kriminolog Dirk Korf dari Universitas Amsterdam menyatakan, tak
jelas apakah publik Belanda mendukung program ini. Namun dia
mengingatkan, kondisi sekarang jauh lebih baik dibanding masa saat
ganja dijual di jalanan di era 1980-an.
- Dan menurut Trimbos Institute, hanya 5 persen warga Belanda yang
menghisap ganja atau hashish pada tahun 2011, di bawah angka rata-rata
Eropa 7 persen.
Ditiru Dunia
- Belanda sebenarnya tidak melegalisasi ganja, hanya menoleransi
penjualan dan penanaman ganja sampai ukuran tertentu. Cara Belanda ini
pun menjadi kajian perbandingan dalam mengatasi problem kecanduan bahan
terlarang ini.
- Juni lalu, sejumlah pemimpin global mempertanyakan keberhasilan
'perang melawan narkoba'. Komisi Global untuk Kebijakan Obat-obatan
yang beranggotakan antara lain mantan Presiden Brasil Fernando Henrique
Cardoso dan mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa Kofi
Anna menyatakan strategi melarang ganja, memenjarakan pengguna
sekaligus memerangi kartel pengedar telah gagal.
- Mereka menyebutkan, percobaan Belanda, Portugis dan Swiss dengan
membuat pelonggaran penggunaan ganja perlu ditiru. Terbukti cara mereka
mengurangi pecandu.
- Portugis bahkan lebih maju dari Belanda dengan menghapuskan semua
pidana untuk semua macam narkoba, mengganti penjara dengan konseling
dan terapi.
- Namun rupanya, Partai Demokrat Kristen Belanda berpendapat
sebaliknya, pelonggaran akan membawa efek negatif. "Di negara lain tak
ada toleransi sama sekali," kata mereka di situs resminya. "Kedai kopi
Belanda telah menarik banyak turis khususnya di daerah perbatasan,
telah menyebabkan kekacauan."
- Kini mereka berencana menerapkan model Maastricht untuk seluruh
Belanda termasuk Ibukotanya, Amsterdam. Pengguna ganja harus terdaftar.
- Jelas ada oposisi untuk rencana ini, tentu saja pertama dari para
pengguna. "Banyak pelanggan saya orang lokal, seniman, penulis, dokter,
pengacara dan profesional," kata Paula Baten, manajer kedai kopi
Siberie di Amsterdam. "Mereka tak ingin namanya tercatat, karena tak
tahu siapa yang bisa melihat atau memakainya. Jika tidak, mereka akan
mencari ganja di jalanan."
- "Pemerintah ini jelas lebih Kristiani, lebih sayap kanan. Mereka tak
mau narkoba, namun mereka lupa efek alkohol (yang legal)," katanya.
- Dan kekhawatiran para pengelola kedai kopi terbukti. Turis asing
yang kesulitan mendapatkan ganja meminta warga setempat membelikan
untuk mereka di kedai kopi untuk dibawa keluar. Ganja pun kembali
menjadi konsumsi jalanan.
- Walikota Amsterdam Eberhard van der Laan menentang rencana
pemerintah pusat Belanda ini. Walikota menyampaikan pada Reuters sedang
berjuang meyakinkan menteri untuk tak memberlakukan aturan itu di
wilayahnya. Kontraproduktif, kata sang walikota.
- Betapa tidak kontraproduktif. Belanda seperti kebanyakan Eropa
sedang dilanda resesi ekonomi, bahkan baru saja menyuntik perbankannya
40 miliar euro. Pemasukan dari sektor riil menjadi vital termasuk salah
satunya dari pariwisata dan pajak kedai kopi.
- Tiap tahun diperkirakan sampai 850 juta euro atau lebih dari Rp10
triliun pemasukan pajak datang dari kedai kopi. Belum lagi penghematan
anggaran dari tak perlunya penegakan hukum untuk pelanggaran ringan
menghisap ganja. Belum pula menghitung penerimaan dari turis yang
berkunjung.
- Profesor Korf menemukan, turis yang mengunjungi kedai kopi
setidaknya menghabiskan 200 euro untuk kamar hotel atau pergi ke klub
malam. Jackie Woerlee, seorang yang memiliki bisnis tur ganja,
mengatakan salah satu pelanggannya keluarga kerajaan di Timur Tengah.
Sekali berkunjung selama beberapa minggu menyewa apartemen mewah,
shopping di toko-toko mahal.
- "Mereka dengan mudah menghabiskan 100 euro di kedai kopi (termasuk
beli ganja), namun bukan hanya itu, dia juga makan, menyewa apartemen,"
katanya. ~VIVAnews
No comments:
Post a Comment