Sunday, March 25, 2012

Nasib Nelayan ?

Di negeri ini, total jumlah nelayan tercatat sekitar 2,7 juta jiwa dengan jumlah kapal 590.000 unit. Sebanyak 99,4 % atau 586.000 kapal berbobot mati di bawah 30 GT. Meskipun jumlah nelayan dengan kapal diatas 30 GT hanya 0,6 % hal itu dapat mempekerjakan puluhan ribu buruh nelayan. Dibandingkan dengan warga bangsa lain nya, kaum nelayan merupakan kelompok masyarakat yang kondisi kehidupan nya sangat memilukan. Bukan saja kaum nelayan dianggap sebagai warga bangsa yang kehidupan nya masih terjerat suasana hidup miskin, namun sebagai resiko dari posisi nya yang demikian, nelayan pun terbilang sebagai warga bangsa yang tingkat pendidikan nya relatif rendah, derajat kesehatan nya lemah dan daya beli ekonomi nya pun tercatat rendah.

    Di sisi lain, nelayan sering dijadikan potret warga bangsa yang pantas disebut "korban pembangunan". Dengan posisi tawar nya yang lemah terhadap berbagai akses kehidupan, kaum nelayan cenderung terposisikan menjadi obyek ketimbang mampu tampil menjadi subyek dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, kalau saja kita sudah berani bicara soal nasib nelayan, maka yang sangat penting untuk dilakukan adalah mampukah kita merubah nasib kaum nelayan ke arah yang lebih seirama dengan cita-cita kita memproklamirkan negeri ini ?

    Di negeri ini, tidak bakal ada seorang pun dari kaum nelayan yang mendambakan kehidupan nya menderita. Tidak akan ada nelayan yang berkehendak agar kehidupan nya terlilit dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal. Bahkan kita pun tidak pernah mendengar ada nya kaum nelayan yang ingin bertahan dalam kondisi kehidupan yang terbelakang. Kaum nelayan, sebagaimana hal nya warga bangsa lain, tentu mendambakan sebuah kehidupan yang wajar dan layak serta pantas untuk menyandang atribut selaku warga bangsa.

   Sayang, hasrat yang demikian belum dapat diwujudkan, sekali pun bangsa ini hampir 67 tahun merdeka. Padahal, disekeliling kehidupan kaum nelayan, kita saksikan pula ada sebagian kecil warga bangsa yang hidup bergelimpangan harta dan kekayaan. Kalau saja kita sandingkan antara "konglomerat" dengan "kaum nelayan", maka akan tampak sebuah antagonisme kehidupan. Di satu sisi tampak ada orang yang sedang ongkang-ongkang kaki menikmati sedap nya pembangunan; namun di sisi lain, kita saksikan pula ada sebagian warga bangsa yang kondisi kehidupan nya masih memprihatinkan.

   Mereka tampak terseok-seok mengarungi hidup dan kehidupan, bahkan banyak pihak yang menyebut nya sedang menggelepar-gelepar di dalam lumpur kemiskinan yang mengenaskan. Dalam kalimat lain dapat juga dikatakan jurang antara "penikmat pembangunan" dengan "korban pembangunan" pun terlihat semakin jauh menganga. Ada yang sudah mampu mengenyam teknologi canggih dan mutakhir, namun ada juga yang baru menggapai-gapai teknologi yang paling sederhana. Jika tidak ada terobosan cerdas untuk mencarikan solusi nya, dapat diduga bahwa di masa mendatang, masalah nya bakal semakin rumit dan kompleks.

   Kaum nelayan dituntut untuk dapat bangkit mengubah nasib. Kaum nelayan tidak boleh lagi menjadi warga bangsa yang "fatalis" atau menyerah kepada nasib. Disinilah sesungguh nya peran nyata Pemerintah sangat dibutuhkan. Pemerintah harus betul-betul melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap nasib dan kehidupan kaum nelayan. Pemerintah sangat dimintakan untuk menunjukan keberpihakan dan kecintaan nya terhadap kaum nelayan. Pemerintah mesti mampu menelorkan regulasi-regulasi yang tidak bersifat status quo lagi. Namun, sesuai dengan suasana kekinian, maka Pemerintah, baik Pusat mau pun Daerah, sudah seharus nya mampu mempertajam tanggungjawab nya selaku perumus kebijakan, pengatur strategi dan pelaksana program yang benar-benar mempertontonkan kepiawaian nya selaku "prime mover" dan "integrator" perubahan yang diinginkan. Salah satu nya adalah perubahan ke arah perbaikan kualitas hidup.

    Kebangkitan kaum nelayan, betul-betul sudah sangat mendesak. Bila selama ini, kaum nelayan terekam kurang memiliki kemampuan untuk bangkit dan berubah nasib, maka menjadi tugas dan tanggungjawab kita bersama untuk mendukung nya. Sebut saja dengan akan diberlakukan nya kenaikan harga BBM tanggal 1 April mendatang. Apakah kita sudah memikirkan dampak kenaikan harga solar terhadap kehidupan kaum nelayan ? Apakah kita sudah memiliki kiat jitu untuk membantu kehidupan kaum nelayan dalam menyambut berlaku nya harga BBM baru ? Atau kita akan tetap bersikap seperti masa lalu, yang ujung nya menjadikan kaum nelayan yang sebenar nya "sudah jatuh" kini malah menjadi "tertimpa tangga" pula.

No comments: