Di negeri ini, total jumlah nelayan tercatat sekitar 2,7 juta jiwa
dengan jumlah kapal 590.000 unit. Sebanyak 99,4 % atau 586.000 kapal
berbobot mati di bawah 30 GT. Meskipun jumlah nelayan dengan kapal
diatas 30 GT hanya 0,6 % hal itu dapat mempekerjakan puluhan ribu buruh
nelayan. Dibandingkan dengan warga bangsa lain nya, kaum nelayan
merupakan kelompok masyarakat yang kondisi kehidupan nya sangat
memilukan. Bukan saja kaum nelayan dianggap sebagai warga bangsa yang
kehidupan nya masih terjerat suasana hidup miskin, namun sebagai resiko
dari posisi nya yang demikian, nelayan pun terbilang sebagai warga
bangsa yang tingkat pendidikan nya relatif rendah, derajat kesehatan
nya lemah dan daya beli ekonomi nya pun tercatat rendah.
Di sisi lain, nelayan sering dijadikan potret warga bangsa yang
pantas disebut "korban pembangunan". Dengan posisi tawar nya yang lemah
terhadap berbagai akses kehidupan, kaum nelayan cenderung terposisikan
menjadi obyek ketimbang mampu tampil menjadi subyek dalam proses
pembangunan. Oleh karena itu, kalau saja kita sudah berani bicara soal
nasib nelayan, maka yang sangat penting untuk dilakukan adalah mampukah
kita merubah nasib kaum nelayan ke arah yang lebih seirama dengan
cita-cita kita memproklamirkan negeri ini ?
Di negeri
ini, tidak bakal ada seorang pun dari kaum nelayan yang mendambakan
kehidupan nya menderita. Tidak akan ada nelayan yang berkehendak agar
kehidupan nya terlilit dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak
berujung pangkal. Bahkan kita pun tidak pernah mendengar ada nya kaum
nelayan yang ingin bertahan dalam kondisi kehidupan yang terbelakang.
Kaum nelayan, sebagaimana hal nya warga bangsa lain, tentu mendambakan
sebuah kehidupan yang wajar dan layak serta pantas untuk menyandang
atribut selaku warga bangsa.
Sayang, hasrat yang
demikian belum dapat diwujudkan, sekali pun bangsa ini hampir 67 tahun
merdeka. Padahal, disekeliling kehidupan kaum nelayan, kita saksikan
pula ada sebagian kecil warga bangsa yang hidup bergelimpangan harta
dan kekayaan. Kalau saja kita sandingkan antara "konglomerat" dengan
"kaum nelayan", maka akan tampak sebuah antagonisme kehidupan. Di satu
sisi tampak ada orang yang sedang ongkang-ongkang kaki menikmati sedap
nya pembangunan; namun di sisi lain, kita saksikan pula ada sebagian
warga bangsa yang kondisi kehidupan nya masih memprihatinkan.
Mereka tampak terseok-seok mengarungi hidup dan kehidupan, bahkan
banyak pihak yang menyebut nya sedang menggelepar-gelepar di dalam
lumpur kemiskinan yang mengenaskan. Dalam kalimat lain dapat juga
dikatakan jurang antara "penikmat pembangunan" dengan "korban
pembangunan" pun terlihat semakin jauh menganga. Ada yang sudah mampu
mengenyam teknologi canggih dan mutakhir, namun ada juga yang baru
menggapai-gapai teknologi yang paling sederhana. Jika tidak ada
terobosan cerdas untuk mencarikan solusi nya, dapat diduga bahwa di
masa mendatang, masalah nya bakal semakin rumit dan kompleks.
Kaum nelayan dituntut untuk dapat bangkit mengubah nasib. Kaum nelayan
tidak boleh lagi menjadi warga bangsa yang "fatalis" atau menyerah
kepada nasib. Disinilah sesungguh nya peran nyata Pemerintah sangat
dibutuhkan. Pemerintah harus betul-betul melakukan perlindungan dan
pembelaan terhadap nasib dan kehidupan kaum nelayan. Pemerintah sangat
dimintakan untuk menunjukan keberpihakan dan kecintaan nya terhadap
kaum nelayan. Pemerintah mesti mampu menelorkan regulasi-regulasi yang
tidak bersifat status quo lagi. Namun, sesuai dengan suasana kekinian,
maka Pemerintah, baik Pusat mau pun Daerah, sudah seharus nya mampu
mempertajam tanggungjawab nya selaku perumus kebijakan, pengatur
strategi dan pelaksana program yang benar-benar mempertontonkan
kepiawaian nya selaku "prime mover" dan "integrator" perubahan yang
diinginkan. Salah satu nya adalah perubahan ke arah perbaikan kualitas
hidup.
Kebangkitan kaum nelayan, betul-betul sudah
sangat mendesak. Bila selama ini, kaum nelayan terekam kurang memiliki
kemampuan untuk bangkit dan berubah nasib, maka menjadi tugas dan
tanggungjawab kita bersama untuk mendukung nya. Sebut saja dengan akan
diberlakukan nya kenaikan harga BBM tanggal 1 April mendatang. Apakah
kita sudah memikirkan dampak kenaikan harga solar terhadap kehidupan
kaum nelayan ? Apakah kita sudah memiliki kiat jitu untuk membantu
kehidupan kaum nelayan dalam menyambut berlaku nya harga BBM baru ?
Atau kita akan tetap bersikap seperti masa lalu, yang ujung nya
menjadikan kaum nelayan yang sebenar nya "sudah jatuh" kini malah
menjadi "tertimpa tangga" pula.
No comments:
Post a Comment