Wednesday, April 25, 2012

Komitmen Membela Petani ?


Hampir di seluruh negara, yang nama nya kaum tani selalu dilindungi oleh Pemerintahan nya. Walau bentuk perlindungan dan pembelaan nya berbeda-beda, namun tujuan yang ingin diraih nya tetap berujung pada terjelma nya kondisi kehidupan yang lebih baik dari waktu-waktu sebelum nya. Bekerja, bermartabat dan sejahtera adalah slogan yang kerap kali mengumandang dan dijadikan semangat yang harus sesegera mungkin dapat diwujudkan. Itu sebab nya, niat para Wakil Rakyat di DPR lewat usul inisiatif nya untuk melahirkan Undang Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, rasa-rasa nya pantas diberi acungan jempol.

   Indonesia dikenal sebagai negeri agraris, selain juga sebagai negara maritim. Selama hampir 67 tahun Indonesia merdeka, baru dalam beberapa tahun belakangan ini ada kehendak untuk menerbitkan regulasi sekelas Undang Undang yang "berani" bicara soal petani dan nelayan. Sebelum-sebelum nya, dalam mempersepsikan pembangunan pertanian, Pemerintah terekam lebih terpukau oleh hal-hal yang bersifat fisik dan kapital. Sektor pertanian pun lebih dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dengan hasil sekian ton per hektar. Peningkatan produksi pun dijadikan salah satu ideologi pembangunan pertanian yang harus diwujudkan.


    Pemerintah lebih suka menghitung berapa sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) misal nya, ketimbang berpikir cerdas untuk meningkatkan pendapatan para petani. Pemerintah lupa bahwa dibalik terjadi nya peningkatan produksi dan produktivitas tersebut, ada yang nama nya petani. Mereka inilah sesungguh nya yang menjadi subyek dari pembangunan pertanian yang selama ini telah mampu menorehkan berbagai kisah sukses, baik di dalam negeri atau pun di panggung dunia. Di benak petani, prestasi Pemerintah Orde Baru dalam meraih swasembada beras, tidak berarti apa-apa sekira nya kondisi kehidupan nya tidak mengalami banyak perubahan.

    Namun sangat disayangkan, paradigma pembangunan pertanian yang kita lakoni, belum memberi penghormatan yang memadai bagi para petani. Pemerintah lebih fokus pada upaya peningkatan produksi guna menggapai swasembada. Langkah ini cukup berhasil, dimana pada tahun 1984 kita sudah mampu menjadi bangsa yang mampu berswasembada beras. Aneh nya, keberhasilan merebut swasembada beras tersebut tidaklah diikuti dengan semakin membaik nya kesejahteraan petani padi nya.

    Akibat nya, wajar jika ditengah-tengah hasrat Pemerintah untuk mewujudkan swasembada beras lagi, swasembada kedele, swasembada jagung, swasembada daging dan swasembada gula yang harus dicapai pada tahun 2014 mendatang, maka sedini mungkin perlu dipahami juga soal kesejahteraan petani nya. Arti nya, buat apa kita dapat menggapai swasembada, kalau para petani nya tetap berada dalam suasana hidup yang memprihatinkan. Malah akan lebih memilukan jika dibelakang kesuksesan swasembada lima komoditi strategis diatas, para petani nya malah tetap saja terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal.

   Melindungi dan membela petani selaku warga bangsa, jelas membutuhkan komitmen yang jelas dan tegas. Tanpa ada nya komitmen, sebagus apa pun paradigma yang kita bangun, ujung-ujung nya cenderung akan dikalahkan oleh beragam kepentingan. Apalagi dalam era reformasi, dimana banyak ditemukan kelucuan-kelucuan dalam kehidupan berdemokrasi. Kiprah para "raja kecil" di daerah terkadang menjadikan pembangunan pertanian dan petani nya terpinggirkan dari pentas pembangunan. Mereka kerap kali memandang sektor pertanian dengan sebelah mata. Mereka rupa nya lebih terpesona dengan kegiatan-kegiatan yang "quick yealding" dan jelas takaran hasil nya. Mengingat pertanian dianggap kegiatan yang membutuhkan waktu cukup lama, maka sektor ini tidak pernah dijadikan prioritas. Malah kalau perlu lahan-lahan pertanian dialih-fungsikan saja untuk diganti dengan Mall atau Perumahan.

   Mudah-mudahan ke depan kita akan memiliki pemimpin yang dalam nurani nya tertanam hasrat untuk melindungi dan membela petani. Ya kita lihat saja perkembangan nya. ~SUARA RAKYAT.

No comments: